5/12/2011

Perkembangan-Perkembangan Ilmu Tajwid

1.3 Perkembangan-Perkembangan Ilmu Tajwid
Untuk memperkaya khazanah keilmuan tajwid, perlu adanya pengembangan ilmu tajwid, diantaranya sebagai berikut :
1. Sifat-sifat huruf meliputi : Sifat Mutadhodah dan goer mutadhodah, sifat aridoh dan Lazimiah, Sifat Qoeriyah dan do’ifah.
2. Cara membaca Istiazah, basmalah dan surohj.
3. Hukum nun mati bersyukur dan tanwin meliputi izhar halqi, idgom, iqlab, ikhfa, nun shogir lilmasli.
4. Hukum nun sukun meliputi ikhfa syafawi, idgom mimi, izhar syafawi.
5. Hukum nun dan nunu bertasyid
6. Hukum lam tar’if
7. Hukum ro
8. Qolqolah
9. Hukum mad
10. Hukum mad dan lain sebagainya
Ilmu tajwid tidak bisa di pisahkan keberadaanya dari ilmu qira’at. Bahkan bias di katakana kelahiran ilmu tajwid itu sendiri di ilhami oleh ilmu qira’at yang memang muncul lebih dulu. Keberagaman cara membaca lafazh-lafazh al-qur’an dalam membaca qira’at telah menajadi dasar bagi munculnya kaidah-kaidah dalam ilmu tajwid.
Ilmu qira’at adalah ilmu yang membahas bermacam-macam bacaan(qira’at) yang di terima dari nabi saw. Dan menjelaskan sanad serta penerimaan dari nabi SAW. Dalam ilmu ini, di ungkapkan qira’at yang sahih dan yang tidak sahih seraya menisbatkan setiap wajah bacaan kepada imam qiraat.

Asal muasal terjadinya perbedaan ini adalah karena bangsa arab dahulu mempunyai berbagai dialek bahasa (lahjah) myang berbeda antara satu kabilah dengan satu kabilah lainnya. Dan al-qur’an yang di turunkan allah swt. Kepada rasulnya SAW. Menjadi sempurna kemukjizatannya karena ia dapat menampung berbagai macam dialek tersebut hingga tiapa kabilah dapat membaca, menghafal, dan memahami wahyu allah.

Qira’at yang bermacam-macam ini telah mantaf pada maasa rasulullah saw. Dan beliau mengajarkan kepada para sahabat r.a, sebagaimana beliau menerima dari jibril a.s. kemudian pada masa shabat muncul para ahli bacaan al-qur’an yang menjadi panutan masyarakat. Yang termasyur di antara mereka antara lain ubay bin ka’b, ustman bin affan, ali bin abi thalib, Abdullah bin mas’ud, zaid bin tsabit, dan abu musa al-asy’ari. Mereka inilah yang menjadi sumber bacaan bagi sebagian besar sahabat dan tabi’in.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, perbedaan qira’at ini menghadapi masalah yang serius karena munculnya banayak versi bacaan yang seamuanya mengaku bersumber dari nabi saw. Untuk itu di lakukanlah penelitian dan pengujian oleh para pakar qira’at dengan menggunakan kaidah dan criteria dari segi sanad,, rasm utsamani dan tata bahasa arab.
Setelah melalui upaya yang keras serta penelitian dan pengujian yang mendalam terhadap bergbagai qiraat al-qur’an yang banayak beredar tersebut,ternyata yang memenuhi syarat mutawatir, menurut kesepakatan para ulama, ada tujuh qiraat. Tujuh qira’at ini selanjutnya di keanal dengan sebutan qiraat sab’ah (bacaan yang tujuh).
Qira’at sab’ah ini masing-masing di bawa dan di populerkan oleh seorang imam qiraat, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh orang imam qiraat,sebagai penghargaan dan mudah di ingat, nama-nama mereka selanjutnya di abadikan pada qiraat masing-masing. Contoh nya : qiraat ashim, qiraat naïf,qiraat ibnu katsir, dan seterusnya. Tetapi patut di pahami, hal ini bukan berarti bahwa mereka lah yang menciptakan qiraat sendiri. Qiraat yang mereka anut dan gunakan tettap bersumber dari rasulullah saw. Yang di peroleh secara talaqqi dari generasi-generasi sebelumnya.
Berikut nama-nama imam qiraat sab’ah dan para perawi yang masyur meriwayatkan qiraat darinya:
1. Abdullah bin amir al-yahsabi imam ibnu amir)
Ia mengambil qiraat dari utsman bin affan r.a dan utsman mengambilnya dari rasullullah saw. Para perawinya yang terkenal antara lain: hisyam bin ammar ad-dimasqi (hisyam) serta abu amir abdullah bin ahmad bin basyir bin zakwan ad-dimasqi (ibnu zakwan)
2. Abu ma’bad abdullah bin katsir al-makki(imam ibnu katsir).
Ia mengambil qiraat dari ubay bin ka’b dan umar umar bin al khathtab r.a dari rasulullah saw. Melalui abdullah bin sa’id al-makhzumi. Para perawinya yang terkenal antara lain ahmad bin muhammad bin abdurrahman bin muhammad bin abdurrahman bin muhammad al-makhzumi (qunbul)
3. Abu bakr ashim bin abin nujud al-asadi (imam ashim)
Ia mengambil qiraat dari abdullahbin mas’ud, utsman bin affan, ali bin abi thalib, ubay bin ka’b, dan zaid bin tsabit r.a dari rasulullah saw. Melalui abu abdurrahman bin hubaid as-sulami. Para perawinya yang terkenal antara lain abu bak’r syu’bah bin ayyasy bin salim al-asadi (syu’bah) dan abu amr hafsh bin sulaiman bin al-mughirah(hafsh).
4. Zabban bin al-ala bin ammar (imam abu amr)
Ia mengambil qiraat dari ummar bin al-khaththab dan ubay bin ka’b r.a memalui abu jafar yazid bin al-qa’qa dan hasan al-bashri. Hasan al-bashri mengambil qiraat dari haththan dan abu ‘aliyyah. Abu aliyyah dari umar bin al-khaththab dan ubay bin ka’b r.a dari rasulullah saw.. Para perawi imam abu amr yang terkenal antara lain abu umar ahfsh bin umar (ad-duri) serta abu syu’aib shalih bin ziyad as-susi (as-susi)
5. Nafi’ bin abdurrahman bin abu nu’aim al-laitsi (imam nafi’)
Ia mengambil qiraat dari banyak guru, diantaranya abdurrahman bin hurmuz yang mengambil qiraat dari abdullah bin abbas dab abu hurairah r.a yang mengambil qiraat dari ubay bin ka’b r.a dan ubay bin ka’b r.a dari rasulullah saw.. Para perawinya yang terkenal antara lain abu musa isa bin mina (qalun) serta utsman bin sa’id al-mishri (wasry)
6. Hamzah bin hubaib az-zayat (imam hamzah)
Ia mengambil qiraat dari abdullah bin mas’ud r.a melalui abu muhammad bin sulaiman bin marhan al-a’masyi yang mengambil qiraat dari abu muhammad yahya al-asadi dari al-qamah bin qais. Kemudian al-qamah bin qais talaqqi dari abdullah bin mas’ud r.a dari rasulullah saw.. Para perawinya imam hamzah yang terkenal antara lain abu muhammad khalaf bin hisyam al-bazzaz (khalaf) serta abu isa khallad bin khalid as-sairafi (khallad).
7. Abdul hasan ali bin hamzah al-kisa-i (imam al-kisa-i)
Ia mengambil qiraat dari imam hamzah dan juga talaqqi kepada muhammad bin abu laili dan isa bin umar. Sementara itu isa bin umar mengambil qiraat dari imam ashim. Para perawi imam al-kisa-i yang terkenal antara lain al-lais bin khalid al-baghdadi (abu harist) serta abu umar harsh bin umar (ad-duri al-kisa-i).

Qiraat Al-Qur’an yang dibawa oleh ketujuh imam qiraat diatas bukanlah hasil ijtihad , melainkan perkara tauqifi yang berpegang kepada riwayat-riwayat mutawatir yang bersumber dari Nabi saw.. Dengan demikian, sunnah hukumnya mengghunakan Qiraat Sab’ah dalam bacaan Al-Qur’an. Namun begitu, sebelum menerapkan Qiraat Sab’ah, seorang qari sebaiknya terlebih dahulu mempelajari qiraat-qiraat tersebut secara talaqqi dan musyafahah (mengaji langsung) kepada guru terpercaya yang memang ahli dalam mendalami Qiraat sab-ah. Janganlah mempraktekan qiraat-qiraat tersebut hanya sekedar ikut-ikutan tanpa disertai dasar-dasar qiraat itu sendiri. Sangat penting dijelaskan disini bahwa qiraat yang banyak dipelajari, dianut, dan dipakai oleh kebanyakn kaum muslim di Indonesia adalah qiraat menurut Imam Ashim riwayat hafsh. Untuk menambah wawasan, berikut ini kami tampilkan contoh sederhana perbedaan cara membaca lafazh-lafazh tertentu di dalam Al-Qur’an yang dipelajari dalam Qiraat Sab-ah :

 Lafazh , imam warsy membacanya dengan taghlizh (tebal) pada huruf lam, sehingga terdengar seperti bunyi huruf “o” dalam lafazh ( )
 Lafazh , imam ibnu katsir membacanya dengan men dlamahkan huruf mim serta menghubungkannya dengan wau bersukun (shalah mim jama) sehingga dica panjang dua harkat sebagaimana madd ashli, yaitu : ( )
 Lafazh , imam hamzah dan al-kasa-i membacanya dengan imalah, sehingga menjadi : bil hudee..

2. Hakekat Kemampuan Membaca Al-Qur’an
2.1 Pengertian kemampuan membaca al-qur’an
Dalam kamus umum B. Indonesia kemampuan atau kompetisi itu berasal dari kata “kompeten” yang berarti menang, cakap, berkuasa memutuskan (menetukan) sesuatu CFN WJS Poerwadarmanta, kamus umum B. Indonesia (Jakarta; balasi pustaka 1987) Hal 518.
Kompetisi menurut mansur adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan sesuatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamal dan diukur“ CFN Mansur Muslich, KTSP pembelajaran berbaris kompetensi dan kontektual (Jakarta, Bumi Aksara, Cet 1) hal 15.
Menurut Mc Ahsan bahwa kompetisi adalah sebagian pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamatioleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kOgnitif, Afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya”. CFN E Mulya, Kurikulum berbasis kompetensi (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2004 ) hal 38.
Sedangkan menurut Ny. Roestiyah NK menyatakan bahwa kompetensi adalah sebagai suatu tugas yang memadai atau memliki pengetahuan keterampilan dan kemampuan yang dikehendaki oleh jabatan seseorang “ CFN Ny Roestiyah NK, masalah-masalah ilmu keguruan (Jakarta Bina Aksara 1986) hal 18
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas dibidang tertentu” CFN Kepmendiknas RI No. 045/U/2007)
Dari keterangan diatas , kompetensi dapat diartikan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan bagi orang berbeda sesuai dengan firman Allah swt
           
Artinya : Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya. (Q.s Alisraa : 84)
Bagi setiap orang yang memliki jabatan dimana orang tersebut harus memiliki kemampuan untuk bertindak cerdas, penuh tanggung jawab dan memiliki pengetahuan, keterampilan serta kemampuan ntuk mengerjakan tugas-tugas dibidang tertentu.

Kata Al-Qura’an dilihat dari segi bahasa, terdapat beberapa pendapat ulama. Antara lain sebagai berikut :
1. Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja qara’a yang berarti “bacaan”. Kata ini selanjutnya berarti Kitab suci yang diturunkan Allah swt. Pendapat ini berdasarkan firman Allah swt dalam surat Al-Qiyamah : 17-18.
•       •  
Artinya : “ Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S Al-Qiyamah/75: 17-18)
2. Al-Qur’an adalah kata sifat dari Al-Qur’un yang bermakna yang bermakna Al-Jam’u (kumpulan). Selanjutnya kata kata itu dipergunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surat dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan intisari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.
Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan perantara Malaikat jibril, yang menjadi mukjizat atas kenabiannya.
Syaikh Muhammad Khudri beik merumuskan.



Artinya : “ Al-Qur’an ialah firman Allah yang berbahasa Arab diturunkan kepadan Nabi Muhammad saw untuk dipahami isinya dan diingat selalu, disampaikan kepada kita secara mutawatir, ditulis dalam mushaf dimulai dari Surat Al-Fatihah diakhiri dengan Surat An-Nas.”

Definisi tersebut mengandung unsur-unsur bahwa Al-Qur’an adalah :
1. Lafalnya berbahasa Arab
2. Disampaikan secara mutawatir
3. Berbentuk mushaf yang dimulai dari Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas.

Banyak sekali tulisan mengenai Al-Qur’an, namun pada prinsipnya sama, bahwa Al-Qur’an ialah Kalam Allah yang disampaikan dalam bahasa Arab, diturunkan secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw sebagai Mukjizat. Al-Qur’an disampaikan sepada kita sebagai penganutnya secara mutawatir, yang terlah tertulis dalam Mushaf Usmani dan hidup sampai akhir zaman. Dimulai dari Surat Al-fatihah diakhiri sengan Surat An-Nas, merupak ibadah bagi yang membacanya, dan kafir bagi yang mengingkarinya.
Dengan demikian, wahyu yang diturunkan kepada nabi-nabi selain nabi Muhammad saw bukanlah Al-Qur’an. Begitu juga wahyu atau kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang bila dibacakan byukan merupakan ibadah (seperti hadist qudsi) juga bukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adal;ah mukjizat Nabi saw yang menjadi bukti kebenaran. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangannya yang bersifat bertahap.

Pertama,menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Qur’an secara kesluruhan, seperti yang tertera dalam Qur’an Surat At-Tur ayat 34
      
Artinya : Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.(Q.S At-Thur:34)

Kedua, metantang mereka untuk menyusun sepuluh surat semacam Al-Qur’an seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 13
               
   
Artinya : Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".(Q.S Hud : 13)
Ketiga, Menantang mereka untuk menunyusun satu surat saja semacam Al-Qur’an, seperti yang tertera dalam Surat Yunus ayat 38.
              
  
Artinya : “atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar."

Keempat, menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang satu surat dari Al-Qur’an, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 23

     •      
        
Artinya : “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Q.S Al-Baqarah : 23)
Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka tidak ada seorang manusia atau jinpun, baik sendiri – sendiri maupun bersama, yabg sanggup membuat yang serupa dengan Al-Qur’an. Mereka pasti tidak akan mampu membuatnya. Allah telah mengisyaratkan hal itu dalam surat Al-Isra’ ayat 88.
Dengan demikian, ternyata tantangan yang sedmikian lantang ini tidak dapat disanggupi oleh seorangpun, kecuali jika ia memiliki satu dari dua sifat, yaitu gila atau sangat yakin. Nabi Muhammad saw sangat yakin akan wahyu-wahyu Allah, karena wahyu merupakan informasi yang bersumber dari tuhan yang diyakini kebenarannya.
Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw mempunyai banyak nama. Semua itu menunjukkan kemuliannya. Dan memang, ia merupakan kitab samawi yang paling mulia secara mutlak. Karenanya dinamailah kitab samawi itu dengan Al-Qur’an, Al-Furqon, At-Tanjil, Az-Zikr, Al-kitab, Al-Mushaf, dan sebagainya.
Adapun alasan dan maksud dari penamaan Al-Qur’an dengan nama-nama lainnya adalah sebagai beriikut :
1. Dengan nama Al-Qur’an adalah karena ia dibaca. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 9
•          
  •    
Artinya : “ Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (Q.S Al-Isra’ ayat 9)
2. Dengan Nama Al-Furqan, yang berarti pembeda. Dengan maksud bahwa Al-Qur’an menjelaskan antara yang hak dan yang bathil, antara yang benar dan yang salah; dan antara yang baik dan yang buruk. Berdalil kepada Firman Allah swt dalam surat Al-Furqan ayat 1.
  •      • 
Artinya : “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (Q.S Al-Furqan ayat 1)
Seperti halnya Al-Kitab dipakai untuk sebutan semua kitab suci yang diturunkan Allah, Al-Furqanpun demikian. Sebab Al-Furqan pun diturunkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 48.
3. Dengan nama At-Tanzil, karena ia diturunkan dari Allah pemelihara seluruh alam. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara ayat 192-193
         
Artinya : “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), (Q.S Asy-Syu’ara ayat 192-193)
4. Dengan nama Az-Zikr, yang berarti peringatan. Menurut Az-Zarkasyi karena Al-Qur’an mengandung peringatan-peringatan, nasehat-nasehat, serta ibformasi mengenai umat yang telah lalu yang tentu saja sebagai peringatan dan nasehat juga bagi orang - orang yang bertaqwa. Adapun ayat yang menjelaskan tantang Az-Zikr ini terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 44
       ••      
Artinya : “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” (Q.S An-Nahl ayat 44)
5. Dengan nama Al-Kitab. Dinamai dengan Al-Kitab karena ayat-ayat Al-Qur’an tertulis dalam bentuk kitab, sebagai mana firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 2
         
Artinya : “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (Q.S Al-Baqarah ayat 2)
Menurut pengertian yang dapat ditangkap dari beberapa ayat Al-Qur’an yang lain (misalnya Surat Al-Furqan ayat 35, Ibrahim ayat 1, dan maryam ayat 30 ), ternyata Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil Kepada Nabi Isa juga disebut Al-Kitab, dan penganut agama yang memegang kedua kitab ini disebut Ahl Al-Kitab. Sebagaimana Firman Allah swt dalam surat Ali Imran ayat 64.
               
                
64. Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Q.S Ali Imran ayat 64.)
6. Dengan nama Al-Mushaf Allah menyebut suhuf untuk kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Musa. Mari kita simak Firman Allah dalam surat Al-A’la ayat 18 dan 19 berikut ini :
•         
Artinya : “ Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa” ( Q.S Al-A’la ayat 18-19)
Dahulu, pada zaman Rasulullah saw, para sahabat menulis Al-Qur’an pada kayu, batu, kulit dan pelepah kurma. Benda-benda yang telah ditulisi ayat-ayat Al-Qur’an tersebut disebut suhuf. Setelah suhuf-suhuf itu dikumpulkan dan digabungkan menjadi satu, maka para sahabat menyebutnya mushaf. Misalnya mushaf Ali dan Mushaf Abdullah bin Mas’ud.
Sebutan mushaf menjadi semakin popular setelah Usman Bin Affan membentuk panitia penghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dan mendistribusikan mushaf-mushaf salinan panitia empat itu kebeberapa wilayah kekuasaan Islam. Sejak itu, pengertian Al-Mushaf berkembang menjadi sebuah nama yang member identitas pada “Kalam Allah” yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis didalam lembar-lembar, membacanya merupakan ibadah, susunan kata dan isinya mukjizat, dinukil secara mutawatir, yang di mulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Disamping nama-nama Al-Qur’an tersebut diatas, Allah juga member beberapa sifat terhadap jumlah ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Al-Qur’an yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang mulia terhadap sifat yang diturunkan oleh Tuhan yang maha Mulia yang dijadikan mukjizat abadi bagi nabi yang terakhir. Diantara sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Burhan, yang berarti bukti kebenaran, dan nurmubin yang berarti cahaya yang jelas. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 174
 ••          
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (Q.S An-Nisa ayat 174)
2. Syfa, yang berarti obat dan rahmah yang berarti kasih saying. Allah berfirman dalam surat Al-Israa ayat 82.
              
Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S Al-Israa ayat 82.)
3. Hudan, yang berarti petunjuk, Firman Allah dalam surat Fusilat ayat 44
…..       ………
Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang beriman. (Q.S Fusilat ayat 44)
4. Mau’ijah, yang berari nasehat, sebagaiman firman Allah dalam surat Yunus ayat 57 :
 ••   •    
     
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S Yunus ayat 57)

Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan

A. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan secara umum memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Manajemen pendidikan tidak hanya menyangkut penataan pendidikan formal (sekolah, madrasah dan perguruan tinggi), tetapi juga pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal, seperti TPA/TPQ, pondok pesantren, lembaga-lembaga kursus maupun lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang di masyarakat: majlis taklim, PKK, karang taruna, pembinaan wanita dan yang lainnya. Untik memudahkan bahasan ini, maka penulis lebih banyak menggunakan istilah “sekolah” untuk mewakili kegiatan pendidikan formal.
Ruang lingkup manajemen organisasi secara garis besar dapat dubagi menjadi dua kegiatan. Pertama, manajemen administrative. Bidang kegiatan ini disebut juga management of administrative function, yakni kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan agar semua orang dalam organisasi /kelompok kerja sama mengerjakan hal-hal yang tepat sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Kedua, manajemen operatif. Bidang kegiatan ini di sebut juga managemen of operative function, yakni kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengarahkan dan membina agar semua orang yang melaksanakan pekerjaannya yang menjadi tugas masing-masing dapat dengan tepat dan benar.68
Adapun ruang lingkup menajemen pendidikan ini secara lebih rinci dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Manajemen kurikulum, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan tentang pendataan mata pelajaran/mata kuliah yang diajarkan/dipasarkan, waktu jam yang tesedia, jumlag guru beserta pembagian jam pelajaran, jumlah kelas, penjadwalan, kegiatan belajar-mengajar, buku-buku yang dibutuhkan, program semester, evaluasi, program tahunan, kelender pendidikan, perubahan kurikulum maupun inovasi-inovasi dalam pengembangan kurikulum.

68. H. Haadari Nawawi. Administrasi Pendidikan. (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989)

2. Manajemen ketenagaan pendidikan (kepegawwaian), meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan penerimaan pegawai baru, mutasi, surat keputusan, surat tugas, berkas-berkas tenaga kependidikan, daftar umum kepegawaian, upaya peningkatan SDM serta kinerja pegawai, dan sebagainya.
3. Manajemen peserta didik, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan penggalangan penerimaan siswa baru, pelaksanaan tes penerimaan siswa baru, penempatan dan pembagian kelas, kegiatan-kegiatan kesiswaan, motivasi dan upaya peningkatan kualitas lulusan dan sebagainya.
4. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan pengadaan barang pembagian dan penggunaan barang (inventaris), perbaikan barang, dan tukar tambah maupun penghapusan barang.
5. Manajemen keuangan/ pembiayaan pendidikan, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan masuk dan keluarnya dana, usaha-usaha menggali sumber pendanaan sekolah seperti kegiatan koperasi serta penggunaan dana secara efisien.
6. Manajemen/administrasi perkantoran, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan kantor agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua orang yang membutuhkan serta berhubungan dengan kegiatan lembaga.
7. Manajemen unit-unit penunjang pendidikan, melipiti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan ddan evaluasi kegiatan unit-unit penunjang, misalnya bimbingan dan penyuluhan (BP), perpustakaan, UKS, pramuka, olahraga, kesenian, dan sebagainya.
8. Manejemen layanan khusus pendidikan, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan pelayanan khusus, misalnya menu makanan/konsumsi, layanan antar jemput , bimbingan khusus di rumah, dan sebagainya.
9. Manajemen tata lingkungan dan keamanan sekolah meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi tata ruang pertamanan sekolah, kebersihan dan ketertiban sekolah, serta keamanan dan kenyamanan lingkungan sekolah.
10. Manejemen hubungan dengan masyarakat, meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan hubungan masyarakat, misalnya pendataan alamat kantor/orang yang dianggap perlu, hasil kerjasama, program-progran humas, dan sebagainya.
Secara umum, semakin besar dan maju suatu lembaga pendidikan, semakin banyak ruang lingkup manajemen yang harus ditangani sekolah. Demikian juga ssebaliknya, semakin renddah dan kecil sekolah semakin ssedikit ruang lingkup manajemen yang harus ditanganinya. Missalnya manajemen sekolah yang tergolong kecil dan bermutu rendah lebih sederhana pengelolaannya seperti sekolah-sekolah dasar yang adda di pelosok desa dibanding dengan manajemen sekolah yang tergolong besar dan maju seperti sekolah Al-Azhar Kebayoran Jakarta, Pondok Modern Ponorogo, MIN Malang I dan sebagainya.

B. Manajemen Kepegawaian
Untuk memahami manajemen lembaga pendidikan, maka diperlukan perhatian yang besar untuk mengerti dan memahami manejemen kepegawaian di lembaga pendidikan. Manajemen ini sangat diperlukan dan mendapat porsi utama dalam pendidikan, sebab ia akan masuk pada jobbing kerja sesuai dengan kebutuhan. Karena, apabila ada kekeliruan dalam jobbing , maka akan melemahkan gairah kerja dan mendorong lemahnya pengembangan kreativitas dan dinamika kerja. Sebaliknya, apabila cocok dengan kemampuan yang bersangkutan, maka penempatan ini akan menimbulkan gairah kerja maksimal kerena yang bersangkutan akan senang dan memiliki dinamika yang cukup tinggi.

1. Pengertian manajemen kepegawaian
Di Indonesia, istilah manajemen kepegawaian dianggap sama artinya dengan menajemen tenaga kerja (manpower management), manajemen perburuhan (labour management), hubungan perburuhan (labour relations), pemasaran tenaga kerja (manpower marketing), administrasi kepegawwaian (personal administration), manajemen kepegawwaian (personnel management).
Istilah manajemen kepegawaian ini populer di kalangan bidan-bidan usaha. Manajemen yang membicarakan masalah penggunaan sember daya manusia dalam suatu kerjasama ini mempunyai cirri-ciri antara lain:
a) Adanya hubungan kerja.
b) Adanya masalah pengadaan atau penerimaan pegawai.
c) Adanya masalah imbalan jasa antara prestasi kerja.
d) Adanya masalah pemutusan kerja.
Istilah-istilah seperti manajemen kepegawaian, manajemen personalia dan tata personalia mampunya arti dan tujuan yang sama, karena semuanya merupakan terjemahan dari kata personnel management. Namun, sampai saat ini belum disepakati istilah mana yang dianggap paling tepat. Dan sebagai pegengan, dalam buku ini penulis menggunakan istilah “manajemen kepegawaian” sebagai terjemahan dari kata personnel management seperti yang di pergunakan oleh pemerrintah.
Istilah manajemen kepegawaian terdiri dari dua kata, yaitu menajemen dan kepegawaian; manajemen adalah suatau proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui kerjasama dengan orang lain. Proses manajemen ini terdiri dari:
a) Perencanaan (planning).
b) Pengorganisasian (organizing).
c) Pemberian motivasi atau bimbingan atau pengarahan (motivating).
d) Pengawasan (controlling).
e) Pengambilan keputusan (decision making).
Kepegawaian adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan pegawai dalam penjelasan umum Undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Didalamnya dijelaskan bahwa yang di maksud dengan kepegawaian adalah segala hal yang berhubungan dengan kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai negeri.
Pegawai adalah setiap orang yang menyumbangkan jasa-jasanya kepada ssuatu badan usaha baik kepada badan usaha swasta (pegawai swasta) maupun kepada badan usaha pemerintah (pegawai pemerintah atau pegawai negeri).
Pegawai negeri adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa definisi manajemen kepegawaian dapat dikemukakan seperti di bawah ini:
a) Manajemen kepegawaian adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, kompetensi dan pemeliharaan pegawai untuk menunjang tujuan-tujuan organisasi.
b) Manajemen kepegawaian adalah suatui proses kegiatan yang lebih banyak berhubungan dengan manusia dari pada produk jadi.
c) Manajemen kepegawaian adalah suatu proses kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin atau menajer demi tercapainya tujuan organisasi dengan cara mengadakan pembinaan pegawai seefisien dan sekondusif mungkin.
d) Manajemen kepegawaian adalah suatu usaha membimbing dan membina orang-orang dalam hubungan kerja mereka.
e) Manajemen kepegawaian adalah seni dan ilmu merencanakan, pelaksanaan dan pengawasan para pegawai demi terciptanya tujuan yang telah diterapkan terlebih dahulu dan terpenuhinya kepuasan hati para pegawai.
Dari beberapa efesiensi tersebut, dapat di simpulkan bahwa manajemen kepegawaian adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompetensi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu pencapaian tujuan organisasi seefisien dan seefektif mungkin, kebutuhan para pegawai dapat dilayani dengan sebaik-baiknya, dan produktivitas kerja dapat meningkat.

2. Sumber pegawai
Sebelum dilakukan penerimaan pegawai baru, maka terlebih dahulu harus ditetapkan sumber pegawai yang akan mengisi lowongan kerja yang ada. Sumberr pegawwai dapat dari lembaga itu sendiri (internal) dan dari luar lembaga (eksternal).
Internal lembaga, artinya pegawai yang akan mengisi lowongan jabatan itu ditarik dari pegawwai yang telah ada dalam organisasi bersangkutan. Cara ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain meningkatkan moral, kegairahan kerja, prestasi kerja dan lain-lain. Ini tidak lain karena para pegawai mengharapkan akan mendapatkan kesempatan promosi.
Senaliknya cara yang kedua, eksternal lembaga, berarti bahwa untuk mengisi lowongan jabatan itu ditarik orang-orang dari luar organisasi. Sumber-sumber eksternal itu adalah lembaga pendidikan, kantor penempatan tenaga kerja, pasar tenaga kerja, referrensi dari karyawan yang ada, serta referensi dari kawan pimpinan/manajer.

3. Fungsi operasional manajemen kepegawaian
Sedangkan fungsi operasional manajemen kepegawaian antara lain:
a) Pengadaan, memperoleh jumlah dan jenis yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi.
b) Pengembangan, dilakukan untuk meningkatkan ketrampilan lewat latihan (training) yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik.
c) Komprensasi, pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap keryawan sesuai dengan sumbangan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
d) Integrasi, menyesuaikan keinginan para karyawan dengan keinginan organisasi dan masyarakat.
e) Pemeliharaan, mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada.

4. Fungsi operasional manajemen kepegawaian pendidikan (sekolah)
Manajemen kepegawaian sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja, bersungguh-sungguh dan kontinu oleh pegawai sekolah dalam membantu kegiatan-kegiatan sekolah (khususnya PBM) secara efektif dan efissien. Dengan kata lain, manajemen kepegawaian di lembaga pendidikan adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap pengadaan, penempatan, pengambangaan, kompensasi,, integrasi dan pemeliharaan pegawai untuk menunjang tujuan-tujuan lembaga pendidikan agar tujuan lembaga dapat dilayani dengan sebaik-baiknya, diproduktivitas kerja dapat meningkat.
Kepegawaian sekolah ini terdiri dari (a) tenaga edukatif atau akademik , yaitu guru tetap dan tidak tetap, guru bantuan tetap, dan lain-lain, (b) tenaga noneducatif atau addministratif atau pegawai tata usaha (TU) tetap dan tidak tetap. Kegiatan manajemen sekolah/pendidikan ini meliputi penyiapan/pengangkatan, ujian dinas, kenaikan pangkat, pembinaan, pengembangan, penilaian dan pemberhentian/pemutusah hubungan kerja.

5. Menarik dan memilih pegawai
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menarik tenaga kerja adalah:
a) Batasan-batasan pasar tenaga kerja, dengan mempertimbangkan orang-orang yang mencari pekerjaan dan lembaga yang mencari pegawai.
b) Ketrampilan yang tersedia.
c) Kondisi perekonomian.
d) Menarik tidaknya suatu lembaga/organisasi.
Memilih tenaga kerja bukan pekerjaan yang mudah, berikut diberikan contoh-contoh metode yang biasa ddigunakan dalam memilih tenaga kerja:
a) Wawancara pendahuluan.
b) Peengisian formulir/blangko lamaran.
c) Memeriksa referensi tentang karakter, pekerjaan dan ssekolah.
d) Wawancara dengan diskusi, menjelaskan persoalan, efektivitas berbicara.
e) Persetujuan atasan langsung.
f) Pemeriksaan kesehatan.
g) Induksi atau orientasi, berarti pegawai sudah diterima, pengenalan dan penyasuaian baru dengan lembaga.
Beberapa metode penarikan pegawai, antara lain:
a) Iklan/advertensi.
b) Kantor penempatan kerja.
c) Rekomendasi dari pegawai yang sedang bekerja.
d) Lembaga pendidikan.
e) Lamaran yang masuk secara kebetulan.
f) Nepotisme.
g) Leasing (tenaga kerja honorer/kerja kontrak.
h) Serikat pegawai.

6. Pengembangan pegawai
a) Latihan (skill)
Suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam keitannya dnegan penguasaan berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relative singkat yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan.
b) Pendidikan (education)
Suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk yang di dalamnya peningkatan penguasaan teoritis, konseptual dan moral dengan jangka waktu relative panjang.
c) Pengembangan (development)
Suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral pegawwai sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan baik melalui pelatihan maupun pendidikann pegawai dalam usaha meningkatkan mutu pegawai.
Tujuan pengembangan pengembangan untuk memperbaiki efektivetas pegawai dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan, dengan cara memperbaiki pengetahuan pegawai, ketrampilan pegawai maupun sikap pegawai itu sendiri terrhadap tugas-tigasnya.

C. Manajemen Peserta Didik
Belajar, khususnya dalam pendidikan, bukanlah ssekedar transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta. Tetai lebih dari itu, belajar adalah pengolah daya penalaran peserta didik sebagai bekal dasar bagi setiap dasar warga Negara yang bertanggung jawab. Teori belajar mengatakan kepada kita bahwa proses belajar tidak terjadi dalam ruang kosong. Data, ilmu pengetahuan, hanya dapat diserap dalam kaitannya dengan dunia nyata, terutama bagi peserta didik muda di bangku pendidikan dasar.
Di lingkungan sekolah, peserta didik merupakan unsur inti kegiatan pendidikan. Karena itu, jika tiddak ada peserta didik tentunya tidak aka nada kegiatan pendidikan. Lebih-lebih di era persaingan antarlembaga pendidikan yang begitu ketat seperti sekarang, sekolah harus berjuang secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan peserta didik. Tidak sedikit lembaga pendidikan yang mati karena kehabisan peserta didik. Bahkan ada ketua yayasan pendidikan yang mengatakan bahwa mencari peserta didik jauh labih sulit ketimbang mencari guru baru. Dikatakannya, untuk mendapatkan guru baru cukup membuka lamaran, sehari sudah banyak yang dating. Sedangkan untuk mencari peserta didik, belum tentu dengan mengedarkan brosur dan memasang spanduk peserta didik akan dating. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kegiatan pendidikan di era persaingan ini, peserta didik merupakan unsure utama yang harus di menej dan dihargai martabatnya tak jauh berbeda dengan pembeli/konsumen dalam dunia usaha.

1) Pengertian
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui prioses pembelajaran yang tersedia jalur, jennjang dan jenis pendidikan tertentu (UUSPN: 2003). Sedangkan manajemen peserta didik adalah seluruh prosess kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pemmbinaan secara kintinu terhaddap seluruh peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses PBM dengan efektif dan efisien.
Dalam manajemen peserta didik di sekolah, dapat di ambil poin- poin penting sebagai berikut:
a. Peserta didik mempunya hak mendapat perlakuan sesuai dengan bbakat, minat, dan kemampuannya.
b. Memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama ynag dianutnya.
c. Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memnperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan.
d. Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku; penerimaan siswa pada sekolah yang dikehandaki.
e. Pindah sekolah yang sejajar atau yang tingkatannya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki.
f. Memperoleh penilaian hasil belajarnya.
g. Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
h. Mendapatkan pelayanan khusus apabila penyandang kecacatan.
Adapun kewajiban peserta didik adalah:
a. Untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali ssiswa yang di bebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku.
b. Mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku
c. Menghormati tenaga kepeendidikan.
d. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan dan ketertiban serta keamanan sekolah yang bersangkutan.

2) Kegiatan-kegiatan dalam manajemen peserta didik
Manajemen peserta didik meliputi dua kegiatan yaitu:
a. Kegiatan di luar kelas, meliputi penerimaan peserta didik, pencatatan peserta didik, pembagian seragam sekolah, penyadiaan sarana olahraga dan seni, perpustakaan, dan lain-lain.
b. Kegiatan di dalam kelas, meliputi pengelolaan kelas, interaksi belajar mengajar yang positif, penyadian media pembalajaran dan lain-lain.
Dalam manajemen peserta didik, ada hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pembinaan peserta didik. Pembinaan ini sesuai dengan pendidikan nasional yang tertuang dalam UUSPN, bahwasanya peserta didik sebagai kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional harus dipersiapkan sebaik-baiknya serta ddi hindarkan dari segala kendala yang merusaknya dengan memberikan bekal secukupnya dalam kepemimpinan pancasila, pengetahuan, dan ketrampilan.
b. Menangkal kenakalan anak/remaja.
c. Masalah ganja, narkotika dan lain sebagainya.
Dalam pasal 12 ayat 1 Undang-udang system Pndidikan Nasional tahun 2003, disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama yang dianutnya, mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat dan minatnya, serta mendapatkan beasiswa bagi yang berpotensi.

D. Manajemen Keuaangan Sekolah
I. Pengertian
Manajemen keuangan (financial management) adalag segala aktivatas organisassi yangberhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola asset sessuai tujuan organisasi sacara menyeluruh. Secara historis, manajemen keuangan ini juga pernah mengalami perkembangan. Pada tahun 1970-an-awal abad 21.
Penyelenggaraan kegiatan di lingkunagan suatu organisasi kerja, baik yang bersifat manajemen administrative maupun manajemen operatif, sangat memerlukan penyediaan sejuumlah dana. Kegiatan pengelolaan dana memerlukan pula kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbimngan dan pengarahan, kontrol, komunikasi dan bahkan juga ketatausahaan. Terkait dengan itu, manajemen keuangan dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, manajemen keuangan dalam arti sempit. Pada aspek ini manajemen mengandung pengertian segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan dalam membiayai kegiatan organisasi berupa tata usaha atau tata pembukuan keuangan. Kedua, manajemen keuangan dalam arti luas. Dalam aspek ini, manajemen mangandung pengertian penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan ddan penggunaan keuangan untuk mewujudkan kegiatan organisasi kerja berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, penanggungjawaban dan pengawasan keuangan.

II. Manajemen keuangan sekolah
Manajemen keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan/diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efesien serta membantu pencapaian tujuan pendidikan. Adapun prosedur manajemen keuangan sekolah adalah:
a. Dana masukan (input)
b. Budgeting (perencanaan anggaran), meliputi kegiatan penentuan RAPBS, diajukan oleh Gubernur, APBS yang sah.
c. Throwput (pelaksanaan prosess/operasional)
d. Output (hasil usaha)
Disebuttkan dalam UUSPN Tahun 2003 pasal 48 ayat 1, pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada rinsip keadilan, efisiensi, transparan dan akuntabilitas public.

III. Fungsi manajemen keuangan
Disetiap organisasi biasanya terapat bagian keuangan. Bagian ini merupakan titik pusat dalam pengambilan keputusan di tingkat pemimpin puncak (top management). Sehingga bagian keuangan bartanggung jawab atas perumusan kebijaksanaan keuangan suatu organisasi.
Demikian juga pada setiap sekolahyang telah memfungsikan organisasi pendidikan akan terdapat bagian keuangan. Orang yang memimpin bagian keuangan disebut manajer/bagian keuangan. Manajer keuangan ini mempunya dua tugas, yaitu sumber dana dan penggunaan dana.
Perencanaan tersebut bertujuan untuk dapat mencapai maksimalisasi nilai organisasi. Fungsi dan tanggung jawab manajer/bagian keuangan merencanakan sumber dana dan penggunaan dana yang diperoleh itu disebut sebagai manajemen keuangan.
Selain tugas yang telad disebutkan di atas, kegiatan penting manajer/bagian keuangan lainnya ada 4 aspek. Pertama, dalam perencanaan dan pemikiran, manajer/bagian keuangan harus bekerjasama dengan manajer lainnya yang ikut bertanggung jawab atas perencanaan umum organisasi. Kedua, manajer/bagian keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan invests dan pebiayaannya, serta segala hal yangberkaitan dengannya. Ketiga, manajer/bagian keuangan harus bekerjasama dengan manajer lainnya yang ada di organisasi supaya dalam melaksanakan kegiatannya dapat seefisien mungkin. Keempat, mamanfaatkan pasar uang dan pasar modal sebagai sember dana bagi organisassi.
Berdasarkan empat aspek yang telah disebutkan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang manejer/bagian keuangan berhubungan langsung dengan keputusan organisasi yang akan mempengaruhi nilai organisasi.
Terkait dengan itu, manajer/bagian keuangan mempunyai tugas untuk keputusan: (a) apakan suatu investasi yang telah direncanakan dapat dilakukan atau tudak? (b) bagaimana pembiayaannya, apakah sesuai dengan rencana dan memungkinkan untuk melaksanakan untuk dilakukan sesuai dengan cara yang tersedia.
Bagian keuangan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh bandahara (treasurer) dan bagian akuntansi (controller). Dengan demikian, fungsi bagian keuangan dipisahkan menjadi dua jabatan, yaitu:
i. Bendahara (treasurer)
Bendaharawan bertanggung jawab atas perolehan (akuisisi) dana dan pengamanannya disamping itu juga bertanggung jawab dalam hal:
a. Pengendalian uang tunai.
b. Membuat laporan posisi kas dan modal kerja.
c. Menyusun anggaran kas.
d. Manajemen kredit, asuransi dan urusan pension.
ii. Akutansi
Bagian akutansi mempunyai tugas mencatat (recording) dan membuat laporan (reporting) tentang informasi keuangan organisasi. Tanggung jawab Controller yang lain adalah:
a. Menyusun anggaran dan laporan keuangan.
b. Urusan penggajian.
c. Menghitung pajak.
d. Memeriksa Internal Inside Corp.
Pada perusahaan kecil yang melaksanakan tugas bendaharawan dan akuntansi biasanya pemiilik sendiri. Pemilik yang merencanakan, mencatat, melaporkan, dan mengadakan pemeriksaan. Demikian di sekolah yang tergolong kecil, tenaga kependidikan (TU atau guru) yang ditunjuk kepala sekolah untuk menjadi bagian keuangan biasanya merangkap sebagai bendaharawan sekaligus akuntan.Sedangkan pada sekolah yang tergolong besar dan maju, begian keuangan sudah memiliki beberapa staf sebagai bendaharawan, TU maupun akuntan, dan biasanya orang yang di tunjuk sebagai manajer/kasubag keuangan merupakan tenaga yang profesional dalam bidangnya dan bukan lagi diambil dari tenaga pendidik.



E. Manajemen Sarana dan Prasarana
Pengadaan, dan pendayagunaan tenaga kependidikan, buku pelajaran, peralatan pendidikan, yang diselenggrakan oleh masyarakat (swasta) maka bertanggung jawab adalah pihak yayasan atau badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum, buku pelajaran, dan peralatan pendidikan dari satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah sebagai sarana dan prasarana umum pada sebuah lambaga pendidikan. Dalam hal ini ada dalam sarana dan prasarana tersebut berupa, pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan gedung, serta penyediaan lahan bagi lembaga yang akan berdiri adalah diselenggarakan oleh pemerintah. Dalam tingkat pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, ditanggung oleh pemerintah daerah tempat penyelenggaraan pen didikan yang dilimpahkan kepada Menteri.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam PBM. Manajemen ini dilaksanakan demi tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen ini terbagi dalam tiga aspek. Pertama, ditinjau dari fungsinya, ada barang berfungsi tidak langsung (seperti pagar, tanaman dan lain-lain).Kedua, ditinjau dari jenisnya, ada fasilitas fisik (missal kendaraan, computer dan lain-lain) dan fasilitas material (seperti manusia, jasa dan lain-lain). Ketaga, ditinjau dari sifat barangnya, ada barang bergerak dan barang tidak bergerak (seperti gedung, sumur dan lain-lain).
Secara kronologis, kegiatan (prosedur)manajemen sarana dan prasarana ini meliputi:
1. Perencanaan pengadaan barang.
2. Prakualisasi rekanaan.
3. Pengadan barang.
4. Penyimpanan, inventaris, penyaluran.
5. Pemeliharaan, rehsbilitasi.
6. Pengerndalian.
Pada hakikatnya peran manajemen sarana dan prasarana pendidikan ini sangat terkait dengan kondisi dan ukuran sekolah yang bersangkutan. Bagi sekolah yang tergolong kecil, maka sarana dan prasarana dapat langsung ditangani oleh kepala sekolah atau ditangani oleh guru yang diberi tugas dalam hal tersebut. Sedangkan untuk sekolah yang tergolong maju dan besar, maka manajemen sarana dan prasarana harus ditangani oleh beberapa pegawai yabg ahli dalam bidangnya agar dapat mengelola sarana dan prasarana secara yang menjadi tanggung jawabnya secara optimal sekaligus dapat menunjang kegiatan pendidikan secara efektif dan efisien. Sarana dan prasarana pendidikan yang membutuhkan keahlian khusus adalah seperti pengelolaan sarana transportasi, computer, internet, telepon, listrik, air, perpustakaan, UKS, laboratorium, kopersi, bagian konsumsi/gizi dan sebagainya. Semakin besar dan maju lembaga pendidikan tentunya semakin banyak sarana dan prasarana yang dibutuhkan sehingga membutuhkan manajemen yang memiliki tanggung jawab yang luas dan besar.

F. Manajemen Kegiatan Ekstrakurikuler
Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia (humen resources), pada dasarnya pendidikan di sekolah maupun madrasah berttujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaan peserta didik secara utuh, yang meliputi aspek kedalaman spiritual, aspek prilaku, aspek ilmu pengetehuan dan intelektual, dan aspek keterampilan.
Sejalan dengan semakin pesatnya tingkat perkembangan saat ini, maka akan ketersediaan sumber daya manusia semakin tinggi. Dengan demikian, kualitas yang memadai dan output merupakan sesuatu yang harus dihasilkan oleh sekolah maupun madrasah sebagai satuan pendidikan yang tujuan dasarnya adalah menyiapkan manusia-manusia berkualitas baik secara intelektualit, integritas, maupun perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, baik sekolah maupun madrasah harus membekali dirinya dengan kurikulum yang memadai.
Dalam dunia proses pendidikan dikenal ada dua kegiatan yang cukup elementer, yaitu kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakulikuler. Yang pertama, kurikuler, merupakan kegiatan pokok pendidikan yang didalamnya terrjadi proses belajar mengajar antara peserta didik dan guru untuk mendalami materi –materi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dan kemampuan yang hendak diperoleh peserta didik. Sedangkan yang kedua merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengembangkan aspek-aspek tertentu dari yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tuntunan kebutuhan hidup mereka maupun lingkungan sekitarnya.
Terkait dengan pembahasan ruang lingkup manajemen pebdidikan, maka dalam subbab ini akan dibahas secara singkat dan jelas berkaitan dengan manajemen kegiatan ekstrakulikuler yang ada disekola.

1. Pengertian
Dalam kamus ilmiah popular, kata ekstaralurikuler memiliki arti kegiatan tambahan diluar rencana pelajaran, atau pendidikan tambahan diluar kurikulum. Dengan demikian, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan diluar kelas dan diluar jam pelajaran (kurikulum) untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki peserta didik, baik berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang didapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing peserta didik dalam mengembangkan kegiataan-kegiatan yang wajib maupun pilihan.
Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan pelajaran yang diselenggarakan diluar jam pelajaran biasa. Kegiatan ini dilaksanakan sore hari bagi sekolah-sekolah yang masuk pagi, dan dilaksanakan pagi hari bagi sekolah-sekolah yang masuk sore. Kegiatan ekstrakulikuler ini sering dimaksudkan untuk mengembangkan salah satu bidang pelajaran yang diminati oleh sekelompok siswa, misalnya olahraga, kesenian, dan berbagai kegiatan keterampilan dan kepramukaan.69
Percy E. Burrup, dalam bukunya “ Modern high School Administration”, mengemukakan, kegiatan ekstrakulikuler adalah: “variously referred to as “ ectracuriculer,” “co-curiculer,” “ or “out school activities”/ artinya, bermacam-macam kegiatan-kegiatan diluar sekolah. Kegiatan itu lebih baik digambarkan sebagai kegiatan-kegiatan siswa.70
69. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, Administrasi Pendidikan. (Malang: IKIP Malang, 1989, hal. 122.
70. hendiyat Soetopo, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 139
Dengan demikian, yang dimaksud kegiatan ekstrakulikuler adalah sebagai kegiatan sekolah yang dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi, minat, bakat dan hobi yang dimilikinya yang dilakukan diluar jam pelajaran normal.
Adapun yang dimaksud dengan manejemen kegiatan ekstrakulikuler adalah seluruh proses yang direncanakan dan diusahakan secara terorganisir mengenai kegiatan sekolah yang dilakukan diluar kelas dan diluar jam pelajaran (kurikulum) untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki peserta didik, baik berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang di dapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam dsirinya melalui kegiatan-kegiatan yang wajib maupun pilihan.

2. Fungsi dan tujuan
Sebagai kegiatan pembelajaran dan pengajaran di luar kelas, ekstrakulikuler ini mempunyai fungsi dan tiujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan peserta didik sesbagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosil, budaya dan alam semesta.
b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat beserta didik agar dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh dengan karya.
c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab dalam menjslsnksn tugas.
d. Mengnembangkan etika dan ahklak yang mengintegrasikan hubungan dengan Tuhan,Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri sendiri.
e. Mengembangkan sensitivitas peserta didik dalam melihat persoalan-persoalan social-keagamaan sehingga menjadi insane yang proaktif terhadap permasalahan social keagamaan.
f. Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada peserta didik agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan dan terampil.
g. Memberi peluang peserta didik agar memiliki kemampuan untuk komunikasi (human relation) dengan baik; secara verbal dan nonverbal.

3. Sasaran dan prinsip pelaksanaan
Sasaran kegiatan ini adalah seluruh peserta didik di sekolah, madrasah maupun lembaga-lembaga pendidikan nonformal liannya seperti pesantren. Pengelolaannya diutamakan ditangani oleh peserta didik itu sendiri, dengan tidak menutup kemungkinan bagi keterlibatan guru atau pihak-pihak lain jika diperlukan sebagai pembimbing.
Pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler ini dilakukan diluar jam pelejaran atau diluar kelas. Namun, untuk hal-hal tertentu yang berkaitan dengan aplikasi dan praktik materi pelajaran di kelas, maka kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan dan diikuti secara tertib oleh mereka yang satu kelas dan satutingkat.
Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakulikuler juga perlu dikembangkan dengan mempertimbangkan tingkat pemahaman dan kemampuan peserta didik serta tuntutan-tuntutan lokal di mana sekolah maupun madrasah berada. Sehingga melalui kegiatan yang diikutinya, peserta mampu belajar untuk memecahkan masalah-masalah global tertentu saja yang juga harus pula diketahui oleh peserta didik.

4. Macam-macam kegiatan ekstrakulikuler
a. OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah)
Kelas dan sekolah adalah masyarakat kecil yang antara siswa yang setu dengan lainnya terdapat keterikatan sebagai anggota; tidak saja karena kesamaan berada disuatu lingkungan yang sama, tetapi juga karena kesamaan nasib, kepentingan dan cita-cita. Setiap kepala sekolah beserta segenap guru berkewajiban memelihara, membina dan mengembangkan kebersamaan siswa guna mewujudkan dinamika sekolah/kelas yang berdaya dan berhasil guna.
Qrganisasi siswa di kelas merupakan tanggung jawab wali kelas nasing-masing, meskipun tanggung jawab terakhir tetap ada ditangan kepala sekolah. Organisasi siswa di kelas pada umumnya sekadar disebut pengurus kelas dengan seorang ketua kelas dilengkapi dengan beberapa pengurus yang lain sesuai dengan keperluan, seperti wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan seksi-seksi. Berikutnya melalui pengurus kelas dapat dilakukan musyawarah untuk membentuk pengurus siswa di sekolah berupa pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
Pengurus kelas dan OSIS dalam lingkup masing- masing harus di bina oleh kepala sekolah agar mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi semua siswa. Melalui OSIS dapat disalurkan berbagai inisiatif, kreaticitas dan kemampuan memimpin dapat dikembangkan. Di samping itu, organisasi tersebut dapat pula dimanfaatkan yntuk mengembangkan proses belajar-mengajar, agar tujuan utama orang tua dan siswa sendiri tidak disaingi oleh kegiatan-kegiatan yang dapat menghambat pencapaian tujuan berupa keberhasilan siswa dalam belajar. Untuk membuat dua kepentingan yang pada dasarnya sejalan tetapi kerap juga saling mendesak itu menjadi harmonis, diperlukan kebijakan wali kelas dan kepala sekolah serta guru-guru dalam memimpin, mengarahkan dan membimbing siswa.71
kehidupan gerakan organisasi kesiswaan ini dapat dibedakan dalam 2 periode. Pertama,kehidupan organisasi kesiswaan sebelum tahun 1966(lahirnya orde baru).kedua,kehidupan organisasi kesiswaan sesudah tahun 1966.
Kehidupan organisasi kesiswaan sebelum tahun 1966 merupakan cerminan kehidupan politik dimasa itu.pada saat itu,tumbuh banyak sekali organisasi politik di Negara kita. Siswa pada saat itu terkotak-kotak dalam berbagai aliran dimana golongan yang satu mencurigai golongan yang lain,bahkan tidak jarang muncul konflik-konflik.
Keadaan ini memuncak sampai dengan peristiwa G30S/PKI tahun 1965.
Dengan munculnya gerakan Orde Baru,maka masyarakat yang mendukung pun ikut bergabung kedalam kesatuan-kesatuan aksi.sehingga muncullah kesatuan Aksi Sarjana Indonesia(KASI) di kalangan cendikiawan,Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia(KAMI) di kalangan mahasiswa,Kesatuan Aksi Pemuda dan pelajar Indonesia(KAPPI) di kalangan pemuda dan pelajar Indonesia,yang kesemuanya mendukung Orde Baru dan bertekad bulat untuk mengikis penyelewengan Orde Lama, menegakkan Pancasila serta melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan keadaan di atas,maka disekolah dimulailah diadakan pembenahan kehidupan dikalangan siswa.Mula-mula dibentuklah Kompi Pelajar Serba Guna,yang disingkat Kijarsena.Kijarsena ini berusaha merintis adannya persatuan seluruh pelajar dalam suatu sekolah.setelah kondisi memungkinkan,di tetapkanlah satu jenis organisasi siswa yang ada di sekolah,yaitu Organisasi Siswa Intra Sekolah,disingkat OSIS.OSIS adalah satu-satunya wadah untuk menampung aspirasi-aspirasi siswa dan wadah untuk menyalurkan kegiatan-kegiatan di luar kurikulum.
71. H. Hadar Nawawi,Admistrasi Pendidikan …hlm.166.
Nilai yang terdapat dalam OSIS adalah nilai berorganisasi, antara lain: pengalaman memimpin, pengalaman bekerja sama, hidup demokratis, dan pengalaman mengendalikan organisasi. Sementara fungsi OSIS adalah fungsi pembina siswa. Tujuannya agar nantinya dapat menjadi warga negara yang baik dan berguna. Dengan demikian, pembina siswa meliputi pembentukan kepribadian dan sikap, pembentukan pengetahuan, dan pembentukan keterampilan.
Secara umum, tujuan OSIS dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang memiliki jiwa pancasila, kepribadian luhur, moral yang tinggi, berkecakapan serta memiliki pengetahuan yang siap untuk diamalkan.
2) Mempersiapkan kesatuan dan persatuan agar menjadi warga yang mengapdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanah air dan bangsa.
3) Menggalang persatuan dan kesatuan siswa yang kokoh dan akrab di sekolah dalam satu wadah OSIS.
4) Menghindarkan siswa dari pengaruh-pengaruh yang tidak sehat dan mencegah siswa dijadikan sasaran perebutan pengaruh serta kepentingan suatu golongan (dalam usaha peningkatan ketahanan sekolah).72

b. pramuka sekolah
dalam suatu sekolah di perlukan suatu situasi yang memungkinkan siswa mendapat kesempatan mengembangkan diri dengan program dan kegiatan yang bersifat nonformal. Salah satu bentuknya dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan pramuka sekolah yang diselenggarakan di luar jam belajar. Dengan demikian, kegiatan pramuka memungkinkan sekolah membantu siswa menggunakan dan mengisi waktu senggangnya secara berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan dan perkembangan masing-masing.
Dengan demikian, kegiatan pramuka merupakan salah satu bentuk pendidikan nonformal yang anggotanya bersifat sukarela. Untuk itu, kepada sekolah dan guru perlu melakukan usaha dalam menyadarkan dan mendorong siswa agar bersedia menjadi anggota pramuka di sekolahnya. Dan untuk mewujudkan kegiatan pramuka secara kontinu dan bergaya guna, setiap kepala sekolah perlu melakukan kegiatan pengendalian, antara lain:
1) menunjukan dan mengangkat guru sebagai pembina pramuka yang bertanggung jawab kepada kepala sekolah.
2) Mengusahakan agar para para pembina pramuka mendapat penataran atau Kursus Mahir Dasar (KMD) dan Mahir Lanjutan (KML).
3) Melakukan koordinasi dengan kwartir daerah pramuka atau Kwartir Cabang untuk membentuk Gugus Depan (Gudep) di sekolah.
4) Ikut serta sebagai Ketua Majelis Pembimbing Gugus Depan (Kamabigus)dan tidak segan-segan untuk berpakaian pramuka.
5) Membantu mengadakan alat kelengkapan Gugus Depan dan bahkan alat kelengkapan pramuka secara perseorangan melalui kerja sama dengan koprasi sekolah.
6) Menyediakan diri untuk mendeskusikan program pramuka pramuka dan secara berkala mengontrol pelaksanaannya.
7) Mendorong agar terwujud kerja sama dengan gugus depan dari sekolah lain.
Perhatian dan kesediaan kepada sekolah untuk ikut serta daloam kegiatan pramuka sekolah, sangat besar pengaruhnya pada kelangsungan Gugus Depan yang sudah di bentuk. Kepala sekolah harus berusaha agar pelaksanaan pramuka di sekolahnya tidak sekedar sebagai kegiatan musiman, yang sekali waktu muncul dan untuk jangka waktu yang lama tenggelam. Namun, kepala sekolah sedapat mungkin mengusahakan dan memprogramkan pramuka menjadi kegiatan yang bersifat kontinu dan berkesinambungan.

c. Olahraga dan kesenian sekolah
Kedua bidang ini sebenarnya sudah diselenggarakan dalam bentuk bidang studi, yang disediakan jam pelajaran khusus. Namun untuk mewujudkan kedua bidang tersebut di luar jam pelajaran, setiap kepala sekolah sebagai pimpinan perlu menaruh perhatian, meskipun mungkin secara pribadi kurang tertarik pada salah satu atau kedua bidang tersebut. Perhatian itu dimanifestasikan dalam usaha melakukan pengendalian pelaksanaannya antara lain sebagai berikut:
1) Menunjukan dan mengangkat guru sebagai penanggung jawab pelaksanaannya (koordinator bidang) yang bertanggung jawab kepada kepala sekolah.
2) Mengusahakan agar para guru yang bersangkutan mendapat kesempatan mengikuti penataran atau kursus-kursus mengenai bidang tersebut.
3) Membantu mengadakan alat kelengkapan yang diperlukan agar kegiatannya dapat dimanfaatkan.
Diharapkan, dengan kegiatan yang bersifat nonformal seperti olagraga dan kesenian ini, sekolah dapat mewujudkan hubungan manusia yang intensif. Siswa menghormati keberhasilan orang lain, bersifat sportif, berjuang untuk mencapai suatu prestasi secara jujur dan lain-lain.

d. Majalah sekolah
Selain kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas, ada juga kegiatan yang bisa memuat karya siswa. Kegiatan ini ekstrakurikuler seperti ini bisanya sering disebut dengan majalah sekolah. Majalah sekolah dapat memuat berbagai karya siswa berupa prosa atau puisi dan berita-berita mengenai kehidupan sekolah. Di samping itu, majalah sekolah dapat dipergunakan untuk memuat aspirasi-aspirasi siswa, termasuk saran-sarannya mengenai kehidupan sekolah.
Di pihak lain, guru juga dapat memanfaatkannya untuk menyampaikan materi-materi yang telah disampaikan melalui proses belajar mengajar. Materi-materi itu mungkin pula berupa pengetahuan peraktis untuk meningkatkan keterampilan siswa.
Selanjutnya, kepala sekolah dapat juga memanfaatkanmajalah sekolah untuk menyampaikan berbagai peraturan dan penjelasan-penjelasan serta nasehat dan petuah-petuah kepada siswa. Sedangkan bagi orang tua siswa, majalah sekolah berfungsi untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan dan kemajuan sekolah tempat anak-anaknya belajar. Dengan demikian, tidak mustahil timbul hasrat untuk membantun sekolah,jika menemukan sesuatuyang dipandangnya patut dibantu demi kepentingan siswa.
Jadi, jelas bahwa majalah sekolah memungkinkan berlangsungnya komunikasi tertulis untuk menunjang seluruh program sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepada lembaga tersebut. Dalam batas-batas kemampuan yang dimiliki majalah sekilah harus diusahakan agar terbit dalam bentuk yang menarik dan mendorong orang untuk membacanya. Untuk memelihara kontinuitas terbitnya majalah tersebut, bisa saja dipungut biaya dari para siswa namun besarannya tidak memberatkan mereka.
Dari uraian di atas, jelas bahwa banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari usaha penerbit majalah sekolah. Manfaat itu memang tidak dapat ditunjukan secara fisik (material) karena bersifat abstrak berkaitan dengan aspek psikologis pembacanya. Oleh karenanya, usaha menerbitkan majalah sekolah tidak dapat dikatakan sebagai suatu pemborosan.
Kepala sekolah perlu menaruh perhatian yang besar terhadap penerbit majalah sekolah agar dapat terbit secara kontinu. Di pihak lain, guru yang dipercayakan melakukan koordinasi untuk menerbitkan majalah harus berusaha menjalankan tanggung jawab sebaik-baiknya, termasuk juga menjaga agar majalah tersebut tidak disalahgunakan. Dengan ajang menantang kebijakan pengembangan sekolah.

e. Palang Merah Remaja
Palang Merah Remaja atau PMR adalah sebuah wadah atau organisasi pelajaran yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pelayanan-pelayanan kesehatan dan medis terhadap para korban atau pasien yang membutuhkan pertolongan, baik di lingkungan internal sekolah maupun masyarakat yang barbeda di sekitarnya. Peran dan fungsi organisasi ini juga sama dengan palang Merah Indonesia (PMI), dan dalam banyak hal PMR bekerja sama dengan PMI untuk mengembangkan program-program pelayanan kesehatan dan medis kepala masyarakat.
Tujuan dari dikembangkannya kegiatan PMR ini adalah untuk:
1) Membentuk sebuah wadah di sekolah yang siap danterampil dalam melakukan pelayanan kesehatan dan medis terhadap masyarakat, khususnya untuk teman disekolah.
2) Membentuk mental dan karakter peserta didik sehingga memiliki kepekaan dan solidaritas sosial yang tinggi serta siap berkorban demi kepentingan orang lain.
3) Menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan pada diri peserta didik sehingga senantiasa siap berbuat baik dan memberi manfaat kepada sesamanya.
73. H.Hadar Nawawi,Administrasi Pendidikan....hlm. 185.
Sebagai mitra, abdi dan pelayan masyarakat, MPR bisa melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:
1) Melayani masyarakat sekolah maupun masyarakat sekitar kapan dan dimana maupun dibutuhkan pada tahap pertolongan pertama.
2) Mengadakan program pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
3) Mengadakan pelatihan pelayanan kesehatan dan medis kepada masyarakat, baik untuk tenaga sukarelawan, anggota PMR sendiri, maupun untuk para peserta didik secara umum.
4) Mengadakan penyuluhan dan bimbingan tentang tata cara hidup yang bersih dan sehat serta tata cara pengobatan beberapa penyakit ringan.
Dari semua kegiatan diatas,sekolah sebagai pengelola kegiatan pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Dan salah satu cara yang dapat dilakukan sekolah dalam mengembangkan potensi peserta didik adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dari uraian diatas kita dapat melihat bahwa kegiatan ekstrakurukuler memberikan kontribusi yang besar dalam mendidik peserta didik agar dapat mandiri dengan potensi yang dimilikinya.

G. Rangkuman
1. manajemen pendidikam secara umum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari pada manajemen sekolah. Ruang lingkup manajemen pendidikan secara rinci meliputi: manajemen kurikulum, manajemen peserta didik, manajemen pegawaian, manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen perkantoran, manajemen hubungan masyarakat, manajemen unit-unit penunjang, manajemen kegiatan ekstrakurikuler, manajeman pelayanan khusus, serta manajemen keamanan dan ketertiban lingkungan sekolah.
2. Manajemen pegawaian pendidikan adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan di usahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secarakontinu para pegawai sekolah, sehingga mereka dapat membantu kegiatan-kegiatan sekolah (khususnya PBM) secara efektif dan afisien.
3. Manajemen peserta didik adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembina secara kontinu terhadap seluruh peserta didik (dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan) agar dapat mengikuti proses PBM dengan efektif dan efesien.
4. manajemen keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatanyang direncanakan dan dilaksanakan/diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinaan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efesien serta membantu pencapaian yujuan pendidikan.
5. manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam PBM sehingga semakin efektif dan efisien guna membantu tercapainya tujuan pendidikan yang telah di tetapkan.
6. Manajemen kegiatan ekstrakurikulum adalah seluruh proses yang direncanakan dan diusahakan secara terorganisir mengenai kegiatan sekolah yang dilakukan di luar kelas dan di luar jam pelajaran (kurikulum) untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki peserta didik, baik berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang didapatkannya maupun dalam pengertian khusus untuk membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam dirinya melalui kegiatan-kegiatan yang wajib maupun pilihan. Bentuk-bentuk kegiatan ekstrakurikuler bisa bermacam-macam, misalnya OSIS, pramuka sekolah, olahraga dan kesenian sekolah, majalah sekolah, PMR, dan masih banyak lagi lainnya.
7. secara umum, semakin besar dan maju suatu lembaga pendidikan semakin banyak ruang lingkup manajemen yang harus ditangani sekolah. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah dan kecil sekolah semakin sedikit ruang lingkup manajemen yang harus ditanganinya.

TEORI MOTIVASI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
TEORI MOTIVASI

Istilah Motivasi merujuk kepada dasar yang mendorong tindakan. Satu perangkat teori menganggap kekurangan kebutuhan sebagai kondisi pendorong yang menimbulkan presdiposisi tertentu untuk berprilaku. Sementara suatu teori lain menganggap harapan dalam lingkungan sebagai menimbulkan bentuk-bentuk tertentu tujuan dan indakan ysng mengikutinya; teori ketiga menganggap persepsi atas tempat kerja sebagai menimbulkan bentuk-bentuk tertentu potensi yang mendorong tindakan.

Pengertian Motivasi
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu. Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku ( motivating states ), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior ). McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).
Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Teori Defisiensi Motivasi
Sebagian dari teori-teori paling lazim mengenai motivasi merujuk kepada kebutuhan sebagai kekuatan pendorong perilaku manusia. Berikut adalah beberapa teori yang menjelaskan tentang bagaimana kebutuhan berfungsi memotivasi manusia.
Teori Hierarki
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
fisiologis,
keselamatan atau keamanan,
rasa memiliki atau social,
penghargaan,
aktualisasi diri.
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
Menurut teori ini didapat 5 perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, diantaranya adalah :
1. Kebutuhan akan aktualisasi diri
2. Penghargaan (esteem)
3. Kebutuhan akan rasa memiliki (belong-ing)
4. Keselamatan dan keamanan
5. Kebutuhan fisiologis

Teori ERG

Teori ERG (Existence Relatedness Growth ) oleh Alderfer (1972) menyatakan bahwa individu termotivasi berperilaku untuk memuaskan satu dari tiga kelompok kebutuhan.(Gibson, Ivanchvich Donnelly,Organisasi, Edisi kedelapan). Ketiga kelompok kebutuhan itu adalah:

Kebutuhan pertumbuhan ( growth (G))
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.

2) Kebutuhan keterkaitan ( Relatedness (R))
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.

3) Kebutuhan Eksistensi ( Eksistence (E))
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama : bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebuthan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua : meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.

Teori ERG mengasumsikan bahwa Individu yang gagal memuaskan kebutuhan pertumbuhan menjadi frustasi, mundur, dan memfokuskan kembali perhatian pada kebutuan yang ebih rendah. Motivasi ini diukur dengan cara membuat skala pelaporan diri yang digunakan untuk menilai tiga kategori kebutuhan.

Pengertian Perilaku

Dalam Robbins, S.P (1993). Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umunya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan. Ada kalanya kita bertanya: “mengapa saya melakukan itu?“ Sigmund Freud adalah orang pertama yang memahami pentingnya motivasi dibawah sadar (Subconcious Motivation). Ia beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari tentang segala sesuatu yang diinginkan mereka hingga sebagian besar perilaku mereka dipenuhi oleh kebutuhan-kebutuhan dibawah sadar. Maka oleh karenanya, sering kali hanya sebagian kecil dari motivasi jelas terlihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan. Guna dapat meramalkan perilaku, kita perlu mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa pada manusia yang menyebabkan timbulnya tindakan-tindakan tertentu pada waktu tertentu.

Penerapan Pemahaman Motivasi Terhadap Perilaku

Salah satu determinan perilaku adalah motivasi. Menurut Gibson (1995) Istilah motivasi berhubungan dengan ide, gerakan dan apabila kita menyatakannya secara amat sederhana, maka merupakan sesuatu hal yang “mendorong “ atau menggerakkan kita untuk berperilaku dengan cara tertentu. Hal itulah yang merangsang seseorang untuk maju dan mendorong kearah tujuan. Pelaksanaan pekerjaan merupakan perilaku organisatoris yang dipilih seseorang guna mencapai tujuan-tujuan pribadinya, yakni tujuan yang dianggapnya penting untuk bergerak maju. Jadi, seseorang yang mementingkan hasil pekerjaan merupakan seseorang yang mementingkan motivasi. Ia akan memanfaatkan antara hubungan pribadinya dan kekuasaannya atas lingkungan kerja sebagai alat motivasional.
Perilaku Organisasi adalah bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi (Stephen P. Robbins, Perilaku organisasi Jilid 1:7).

Perilaku Organisasi mempunyai faktor kunci untuk diramalkan. Faktor tersebut adalah

1. Peningkatan produktifitas
Organisasi dikatakan produktif jika tujuan dapat dicapai dan proses pencapaian tersebut dilakukan dengan merubah masukan menjadi keluaran dengan biaya yang paling rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produktifitas berhubungan dengan keefektifan dan keefisienan.
Pengurangan kemangkiran
Kemangkiran adalah tindakan tidak masuk kerja tanpa alasan. Tingkat kemangkiran yang tinggi dapat berdampak langsung pada keefektifan dan efisiensi organisasi.
Penurunan Turn Over
Turn over adalah pengunduran diri secara permanen dari organisasi.
Peningkatan kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima karyawan dan banyaknya yang mereka yakini harus mereka terima. Karyawan dikatakan merasakan puas bila perbedaan bernilai positif secara perhitungan matematis. Perilaku dalam berorganisasi Berjuta karyawan kehilangan pekerjaan karena penciutan organisasi. Pada saat yang bersamaan banyak organisasi mengeluh tidak dapat menemukan orang untuk mengisi lowongan kerja sesuai spesifikasi yang diinginkan,
Teori Kesehatan-Motivator
Herzberg (1966) mencoba menentukan factor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :
1. Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atua disebut juga motivator
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Bila factor ini tidak ada di tempat kerja, pegawai akan kekurangan motivasi, namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka.
2. Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri. Bila factor ini ditanggapi secara positif, pegawai tidak mengalami kepuasan atau tampak termotivasi; namun bila factor-faktor tersebut tidak ada, pegawai akan merasa tidak puas.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Faktor Ekstern
Lingkungan kerja
Pemimpin dan kepemimpinannya
Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas
Dorongan atau bimbingan atasan

2. Faktor Intern
Pembawaan individu
Tingkat pendidikan
Pengalaman masa lampau
Keinginan atau harapan masa depan.

Sumber lain mengungkapkan, bahwa didalam motivasi itu terdapat suatu rangkaian interaksi antar berbagai faktor. Berbagai faktor yang dimaksud meliputi :
Individu dengan segala unsur-unsurnya : kemampuan dan ketrampilan, kebiasaan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman traumatis, latar belakang kehidupan sosial budaya, tingkat kedewasaan, dsb.
Situasi dimana individu bekerja akan menimbulkan berbagai rangsangan: persepsi individu terhadap kerja, harapan dan cita-cita dalam keja itu sendiri, persepsi bagaimana kecakapannya terhadap kerja, kemungkinan timbulnya perasaan cemas, perasaan bahagia yang disebabkan oleh pekerjaan.
Proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-masing individu terhadap pelaksanaan pekerjaannya.
Pengaruh yang datang dari berbagai pihak : pengaruh dari sesama rekan, kehidupan kelompok maupun tuntutan atau keinginan kepentingan keluarga, pengaruh dari berbagai hubungan di luar pekerjaan
Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu
Perilaku atas perbuatan yang ditampilkan oleh individu
Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita dan tujuan

Beberapa faktor yang dapat mempngaruhi motivasi kelompok (teamwork) dalam bekerja dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tujuan
Visi, misi dan tujuan yang jelas akan membantu team dalam bekerja. Namun hal tersebut belum cukup jika visi., misi dan tujuan yang ditetapkan tidak sejalan dengan kebutuhan dan tujuan para anggota..
Tantangan
Manusia dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight atau flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindar (flight). Dalam banyak kasus tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator.
Namun demikian tidak semua pekerjaan selalu menghadirkan tantangan. Sebuah team tidak selamanya akan menghadapi suatu tantangan. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya memberikan suatu tugas atau pekerjaan yang menantang dalam interval. Salah satu criteria yang dapat dipakai sebagai acuan apakah suatu tugas memiliki tantangan adalah tingkat kesulitan dari tugas tersebut. Jika terlalu sulit, mungkin dapat dianggap sebagai hal yang mustahil dilaksanakan, maka team bisa saja menyerah sebelum mulai mengerjakannya. Sebaliknya, jika terlalu mudah maka team juga akan malas untuk mengerjakannya karena dianggap tidak akan menimbulkan kebanggaan bagi yang melakukannya.

Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akraban satu sama lain, setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena hal ini akan merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi langsung serta dukungan antara sesama anggota team.

Tanggung jawab
Secara umum, setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggungjawab. Tanggungjawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Team yang diberi tanggungjawab dan otoritas yang proporsional cenderung akan memiliki motivasi kerja yag tinggi.

Kesempatan untuk maju
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep dan ketrampilan baru, serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Jika dalam sebuah team setiap anggota merasa bahwa team tersebut dapat memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut di atas maka akan tercipta motivasi dan komitment yang tinggi. Hal ini penting mengingat bahwa perkembangan pribadi memberikan nilai tambah bagi individu dalam meningkatkan harga diri.

Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam mendapatkan komitment dari anggota team. Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi team untuk bekerja dengan tenang dan harmonis. Seorang leader yang baik juga dapat memahami 6 faktor yang dapat menimbulkan motivasi seperti yang disebutkan diatas
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya

Manajemen berbasis Madrasah

MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH
A. Pengertian Manajemen Berbasis Madrasah
1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu: manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Manejemen menurut pengertian beberapa ahli mengemukakan sebagai -ahli yang lain adalah sebagai berikut:
18
Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel: dalam bukunya “Principles of Management” mengemukan sebagai berikut: “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
Menurut R. Terry: “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utilizing in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives).
Menurut James A.F. Stoner: Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Menurut Lawrence A. Appley: manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
Menurut Oey Liang Lee: manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Meskipun cenderung mengarah pada suatu fokus tertentu, nampaknya para ahli masih berbeda pandangan dalam mendefinisikan manajemen. Perbedaan defenisi yang diberikan para ahli disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang dan pengalaman mereka. Namun demikian manejemen dapat disimpulkan sebagai cara yang dilakukan untuk mengatur berbagai sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya, untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat". Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan". Para ahli sejarah pendidikan seperti A.L.Tibawi dan Mehdi Nakosteen, mengatakan bahwa madrasah (bahasa Arab) merujuk pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia Islam (klasik) pra-modern. Artinya, secara istilah madrasah di masa klasik Islam tidak sama terminologinya dengan madrasah dalam pengertian bahasa Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan Islam menulis kata tersebut secara bervariasi misalnya, schule atau hochschule (Jerman), school, college atau academy (Inggris).
Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya, madrasah, kendatipun pengertiannya tidak lagi persis dengan apa yang dipahami pada masa klasik, yaitu lembaga pendidikan tinggi, karena bergeser menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Pergeseran makna dari lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah itu, tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Tumir Tengah sendiri.
Sejauh ini tampaknya belum ada data yang pasti kapan istilah madrasah, yang mempunyai pengertian sebagai lembaga pendidikan, mulai digunakan di Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan Islam pun pada umumnya lebih tertarik membicarakan sistem pendidikan atau pengajaran tradisional Islam yang digunakan baik di masjid, surau (Minangkabau), pesantren (Jawa), dan lain-lain, daripada membicarakan madrasah. Dalam beberapa hal, penyebutan istilah madrasah di Indonesia juga seringkali menimbulkan konotasi "ketidakaslian", dibandingkan dengan sistem pendidikan Islam yang dikembangkan di masjid, dayah (Aceh), surau (Minangkabau), atau pesantren (Jawa), yang dianggap asli Indonesia. Berkembangnya madrasah di Indonesia di awal abad ke-20 M ini, memang merupakan wujud dari upaya pembaharuan pendidikan Islam yang dilakukan para cendikiawan Muslim Indonesia, yang melihat bahwa lembaga pendidikan Islam "asli" (tradisional) tersebut dalam beberapa hal tidak lagi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Di samping itu, kedekatan sistem belajar-mengajar ala madrasah dengan sistem belajar-mengajar ala sekolah yang, ketika madarash mulai bermunculan, memang sudah banyak dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, membuat banyak orang berpandangan bahwa madrasah sebenarnya merupakan bentuk lain dari sekolah, hanya saja diberi muatan dan corak keIslaman. Pandangan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa masuknya Islam ke bumi Nusantara ini, baik pada gelombang pertama (abad ke-7 M) maupun gelombang ke-2 (abad ke-13) tidak diikuti oleh muncul atau berdirinya madrasah.
3. Pengertian Manajemen Berbasis Madrasah
Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan "baru" dalam manajemen madrasah yang diacu sebagai manajemen berbasis madrasah (school based management). Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para Kepala Madrasah merasa tidak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan madrasah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu madrasah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Menurut Agus Dharma MBS adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung warga madrasah ( Guru, siswa, Kepala Madrasah, karyawan, orang tua, dan masyaraka) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakna pemerintah nasional. Menurut Suprapto School-based management is a management model that offers wider autonomy to schools and encourages school components (teachers, students, headmaster, staff, parents and society) to participate in promoting school quality on the basis of national education policy.
Dengan demikian Manajemen Berbasis Madrasah merupakan proses pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh elemen-elemen yang ada pada madrasah untuk mencapai tujuan (mutu pendidikan) yang diharapkan secara efisien. Atau dapat diartikan bahwa MBM adalah model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan) yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan yang partisipatif yaitu melibatkan semua warga madrasah berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan adanya otonomi (kewenangan) yang lebih besar diharapkan madrasah dapat menggunakan dan mengembangkan kewenangan secara mandiri dalam mengelola madrasah dan memilih strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat memilih pengembangan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan madrasah.
B. Karakteristik dan Aspek-aspek Manajemen Berbasis Madrasah
1. Karakteristik MBM
Karakterisitk Manajemen Barbasis Sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan Input, Proses, Output Pendidikan.
a. Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (Kepala Madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi madrasah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Menurut Suyanto, secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi input terdiri dari empat hal yaitu: 1) memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas, 2) tersedianya sumber daya yang kompetitif dan berdedikasi, 3) memiliki harapan prestasi yang tinggi, dan 4) komitmen pada pelanggan.
a. Proses Pendidikan
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya. Menurut Suyanto, secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi proses terdiri dari beberapa yaitu: 1) efekttivitas dalam proses belajar mengajar tinggi, 2) kepemimpinan yang kuat, 3) lingkungan madrasah yang nyaman, 4) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, 5) tim kerja yang kompak dan dinamis, 6) kemandirian, partisipatif dan keterbukaan (transparasi), 7) evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, dan 8) responsif, antisipatif, komunikatif dan akuntabilitas.
b. Output yang diharapkan
Pada dasarnya output yang diharapkan merupakan tujuan utama dari
penyelenggaraan pendidikan secara umum. Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja madrasah adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku madrasah. Kinerja madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan bahwa output madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi madrasah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Jika ditinjau dari segi pola pelaksanaan manajemen maka karakteritik MBM dapat dilihat pada tanel berikut:
Tabel 1
Karakteritik MBM berdasarkan Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
POLA LAMA MENUJU POLA BARU
Subordinasi === Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat === Pengambilan keputusan partisipasif
Ruang gerak kaku === Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik === Pendekatan profesional
Sentralistik === Disentralistik
Diatur === Motivasi
Overegulasi === Deregulasi
Mengontrol === Mempengaruhi
Mengarahkan === Memfasilitasi
Menghindari resiko === Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya === Gunakan uang seefesien
Individual yang cerdas === Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi === Informasi terbagi
Pendelegasian === Pemberdayaan
Organisasi herakis === Organisasi datar
Sumber: diadaptasi dari http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs1.html, h. 6
2. Aspek-aspek MBM
Berdasarkan otonomi pengelolaan pendidikan di lingkungan madrasahmaka peran pemerintah bergeser dari ‘regulator’ menjadi ‘fasilitator’. Keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan ini hanya mencakup dua aspek, yaitu mutu dan pemerataan. Pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan, dan berupaya agar semua siswa dapat berprestasi setinggi mungkin. Juga berupaya agar semua sekolah/madrasah dapat mencapai standar minimal mutu pendidikan, dengan keragaman prestasi antara sekolah/madrasah dalam suatu lokasi sekecil mungkin. Pemeritah juga menjamin pemerataan kesempatan bagi seluruh siswa dari semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Peran ini dilakukan melalui perumusan kebijaksanaan umum, pelayanan teknis, dan monitoring program secara reguler. Praktek diskriminasi terhadap siswa perempuan, siswa normal, anak berkelainan dan sekolah/madrasah swasta baik dilakukan secara langsung maupun tidak, baik terjadi pada level kebijaksanaan maupun implementasi harus dihapuskan. Demikian juga alokasi dan distribusi anggaran pendidikan harus menjujung tinggi asas keadilan dan transparansi. Adanya otonomi yang diberikan pemerintah kepada madrasah telah memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan warga madrasah untuk mengembangkan lembaga pendidikannya berdasarkan kemampuan manajerialnya. Di bawah ini dijelaskan beberapa aspek yang menyangkut manajemen berbasis madrasah:
a. Aspek Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003, “pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran dapat juga diartikan suatu upaya untuk mengarahkan timbulnya perilaku belajar pebelajar, atau dengan ungkapan lain upaya untuk membelajarkan pebelajar. Lebih lanjut Dimyati dan Mudjono dalam Sagala mendefenisikan pembelajaran adalah “kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar”.Menurut Suwarno sebagaimana yang dikutip Ramayulis, peranan madrasah dalam proses pembelajaran antara lain:
1) memberikan kecerdasan pikiran dan memberi pengetahuan, 2) memberikan spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran, 3) memberikan pendidikan dan pengajaran yang lebih efisien kepada masyarakat, 4) membantu perkembangan individu menjadi makhluk social, 5) menjaga nilai budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan kebudayaan tadi, dan 6) melatih untuk dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sebelum ke masyarakat.
Proses belajar merupakan kegiatan utama madrasah. Madrasah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di madrasah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu kepala madrasah perlu menerapkan cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
b. Perencanaan dan Evaluasi
Madrasah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan mutu madrasah. Menurut Nahwawi sebagaimana yang dikutip Ahmad Sabri rencana yang perlu disusun oleh oleh madrasah dalam konteks pendidikan meliputi:
1) Perumusan tujuan yang hendak dicapai, 2) Penentuan bidang/fungsi unit sebagai bagian yang akan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan, 3) Menetapkan jangka waktu yang diperlukan, 4) Menetapkan metode atau cara penyampaian tujuan, 5) menetapkan alat-alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi pencapaian tujuan, 6) merumuskan rencana evaluasi atau penilaian untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan, dan 7) menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan.
Kepala Madrasah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian Kepala Madrasah membuat rencana peningkatan mutu. Selain itu madrasah juga diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Menurut Oemar Hamalik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen sistem pembelajaran yang mencakup prilaku awal anak didik, kemampuan guru, kurikulum dan administratif. Secara internal evaluasi dilakukan oleh warga madrasah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.
c. Pengelolaan Kurikulum
Untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, maka seluruh komponen-komponen pendidikan mestilah berkualitas. Diantara komponen yang sangat penting untuk menuju pendidikan yang berkualitas itu adalah adanya kurikulum madrasah yang dibuat oleh madrasah sebagai sebuah pedoman dan arah dalam menciptakan proses pendidikan yang berkualitas. Mengapa kurikulum itu perlu? Paling tidak ada beberapa jawaban untuk itu 1) kurikulum menurut akar katanya (curri dan culum) diterjemahkan para ahli sebagai jalan yang mesti dilalui, Kurikulum adalah gambaran umum (miniature) dari proses pendidikan yang akan dilalui, 3) tanpa ada kurikulum mustahil tercipta hasil pembelajaran yang berkualitas. Dengan demikian setiap lembaga pendidikan mesti membuat kurikulum sebagai sebuah jembatan penyeberangan menuju hasil pendidikan yang berkualitas.
Karena kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasional, sementara kondisi madrasah pada umumnya sangat beragam maka dalam implementasinya, madrasah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi) kurikulum tersebut, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Madrasah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Madrasah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, madrasah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, madrasah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
d. Pengelolaan Ketenagaan
Reformasi dalam pengelolaan pendidikan mengarah kepada terciptanya kondisi yang desentralistis baik pada tatanan birokrasi maupun pengelolaan madrasah. Reformasi ini, terwujudkan dalam bentuk kewenangan luas di tingkat Kab/Kota, madrasah dalam mengelola berbagai sumber termasuk di dalamnya ketenaganaan. Kepala Madrasah perlu melakukan pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja madrasah (guru, tenaga administrasi, laporan, dsb) dapat dilakukan oleh madrasah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbalan jasa dan rekrutmen guru, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.
e. Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh madrasah, mulai dari pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
Pada dasarnya sekolah umum yang pada umumnya berstatus negeri dan dengan statusnya itu seluruh pembiayaan, ketenagaan, semua kebutuhan fasilitas tercukupi oleh pemerintah dibandingkan dengan prestasi madrasah yang pada umumnya berstatus swasta dan tidak memperoleh fasilitas sebagaimana yang diterima oleh sekolah umum pada umumnya. Minimnya fasilitas yang diberikan pada madrasah jika dibandingkan dengan sekolah umum, membuat kepala sekolah perlu melakukan strategi dan usaha pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhannya.
e. Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh Kepala Madrasah secara transparan dan bertanggungjawab. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa madrasahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke madrasah. Madrasah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.
g. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan madrasah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
h. Hubungan Madrasah Masyarakat
Esensi hubungan madrasah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan madrasah-masyarakat dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan madrasah-masyarakat.
i. Pengelolaan Iklim Madrasah
Iklim madrasah (fisik dan non fisik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan madrasah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga madrasah, kesehatan madrasah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim madrasah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim madrasah sudah merupakan kewengan madrasah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstentif.
C. Tujuan dan Fungsi Manajemen Berbasis Madrasah
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat madrasah dengan maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Pada sistem MBM madrasah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBM juga merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada madrasah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBM sebagai suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu madrasah. Di samping itu untuk memberdayakan madrasah agar dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.
1. Tujuan Manajemen Berbasis Madrasah
Adapun tujuan dan maksud implementasi MBM adalah untuk:
1. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
2. Memperoleh masukan agar konsep ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman cultural, sosio ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografinya.
3. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat madrasah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
4. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/ pada madrasah masing-masing.
5. Menggalang kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
6. Memotivasi timbulnya pemikira-pemikiran baru dalam mensukseskan pembanguan pendidikan dari individu dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan khususnya masyarakat madrasah yang berada di gars paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
7. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan focus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada tataran madrasah.
8. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun dan seterusnya sehingga tercapai misi madrasah ke depan.
Selanjutnya tujuan MBM Menurut Bahtiar adalah:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga madrasah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab madrasah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu madrasahnya; dan
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar madrasah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sudah jelas secara politis manajemen berbasis madrasah ekolah merupakan muara dari semua kebijakan di bidang pendidikan akan tergambar di madrasah, sebab sekolah merupakan jaringan terakhir dari rangkaian birokrasi pendidikan. MBM juga sebagai bentuk operasionalisasi dari kebijakan desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah. Secara teoritis MBM juga merupakan suatu konsep yang menawarkan suatu otonomi kepada madrasah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah. Secara operasional MBM merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan madrasah dalam suatu keutuhan entitas sistem.
Berdasarkan beberapa paparan tentang manajemen berbasis madrasah seperti diatas, dapat dimengerti bhwa mutiara dari semua kebiakan di bidang pendidikan akan tergambar disekolah, sebab madrasah merupakan jaringan tekir dari rangkaian birokrasi pendidikan. Maka, hidup atau matinya suatu program,, akan ditentukan oleh sejauh semana madrasah mampu mengelola dan melaksanakan semua program kependidikan. Oleh sebab itu, manajemen berbasis madrasah menjadi sangat strategis dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Dengan manajemen berbasis madrasah ini, kepala madrasah, guru dan peserta didik mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di madrasah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manaerial dan lain-lain. Jadi, otonomi pendidikan merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kebebasan akademik. Dengan demikian, manajemen berbasis madrasah dikatakan sebagai bentuk oprasionalisasi desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah.
2. Manfaat Manejemen Berbasis Madrasah
MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBM adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBM pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBM memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBM dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBM adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Melalui MBM dinyakini bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakan-nya. PPendekatan melalui MBM juga memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBM bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan MBM yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat yaitu:
a. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
D. Peran Kepala Madrasah dalam Manajemen Berbasis Madrasah
Pakar pendidikan berpendapat, bahwa kepala sekolah merupakan tokoh kunci keberhasilan suatu sekolah. Kepala sekolah sama dengan kepala madrasah. Dengan kata lain, kepala madrasah adalah kunci keberhasilan pendidikan di madrasah. Karena itu, Sudarwan Danim menyebut kepala sekolah (baca madrasah) sebagai the key person — penanggungjawab utama atau faktor kunci – untuk membawa madrasah menjadi center of excellence, pusat keunggulan dalam mencetak dan mengembangkan sumberdaya manusia madrasah. Apakah madrasah itu menjadi efektif, menjadi madrasah yang sukses atau sebaliknya, semua tergantung dengan peran seorang kepala madrasah. Ini berarti, profesionalisme kepala madrasah menjadi sebuah keharusan. Keller (1979) memperjelas pernyataan ini dengan ungkapan sebagai berikut: “The key to the educational cookie is the principal. The principal is the motivational yeast: how high the students and the teachers rise to their challenge is the principal’s responsibility”. Bahkan De Roche mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik.
Hasil studi itu menunjukkan perbedaan yang tajam antara sekolah yang berprestasi tinggi dengan yang berprestasi rendah, disebabkan oleh pengaruh yang besar dari kepala sekolahnya. Sehingga Ruth Love dalam Edward Deroche (1996) menyatakan: “I never seen a good school without a good principals”. Atau seperti yang dinyatakan oleh James B. Conant (1996), “the difference between a good and a poor school is often the difference between good and poor principals”
Tegasnya, pemeran utama dan penanggungjawab utama adalah kepala sekolah. Karena itu, Sergiovanni membuat kesimpulan bahwa tidak ada siswa yang tidak dapat dididik. Yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Selanjutnya, tidak ada guru yang tidak berhasil mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu membuat guru berhasil menjadi pendidik. Secara operasional kepala madrasah adalah orang yang paling bertanggungjawab mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya (resources) madrasah. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor pendorong untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah yang dipimpinnya menuju madrasah yang bermutu. Bermutu dibidang pelayanan, dibidang pembelajaran, dibidang sarana prasarana, pengembangan SDM, dibidang prestasi akademik dan non akademik. Itulah tugas suci seorang kepala madrasah: menciptakan madrasah yang bermutu. Dewasa ini, salah satu aspek yang paling lemah dalam dunia madrasah adalah aspek manajemen. Banyak guru senior yang trampil dan berpengalaman dalam mengajar, tetapi miskin dengan management ability. Padahal pemberdayaan madrasah hanya dapat dilakukan apabila kepala madrasah memiliki kemampuan manajerial yang lebih dari pada kemampuan yang dimiliki sekarang, untuk membawa madrasah menjadi madrasah yang berkualitas.
1. Kepala Madrasah Sebagai Manajer
Dalam teori manajemen pendidikan, kepala madrasah sebenarnya menyandang dua jabatan penting untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pendidikan di madrasah. Pertama, sebagai manager pendidikan dan kedua sebagai leader pendidikan di madrasahnya. Sebagai manager pendidikan, kepala madrasah bertanggungjawab penuh memanage madrasah. Memanage berarti mengatur seluruh potensi madrasah agar berfungsi secara optimal untuk mencapai tujuan madrasah. Kepala madrasah bertanggungjawab melaksanakan administrasi madrasah dengan seluruh substansinya, me¬mobilisasikan sumber daya madrasah, merencanakan dan mengevaluasi program, melaksanakan kurikulum dan pembelajaran, mengelola personalia, memberdayakan sarana dan sumber belajar, mengadministrasikan keuangan, melakukan pelayanan siswa, mengelola hubungan dengan masyarakat, dan menciptakan iklim madrasah yang kondusif. Disamping itu, kepala madrasah bertanggung jawab terhadap kualitas pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia di madrasah agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan secara efektif. Dengan kata lain, kepala madrasah sebagai pengelola pendidikan memiliki tugas mengembangkan kinerja para guru dan pegawai, menjadi guru dan pegawai yang profesional.
Dilain pihak, Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang manajer pendidikan, yang mencakup: (1) cultural flexibility; (2) communication skills (3) human resources development skills; (4) creativity; dan (5) self management of learning.
Pertama, cultural flexibility adalah keterampilan yang merujuk kepada kesadaran dan kepekaan budaya, di mana seorang manajer dituntut untuk dapat menghargai nilai keberagaman kultur yang ada di dalam madrasahnya. Sebagai manajer, seorang kepala madrasah diharuskan untuk menghargai keberagaman kultur yang tumbuh dari seluruh civitas madrasah, baik guru, tenaga administrasi, para siswa dan masyarakat lainnya.
Kedua, communication skill adalah kemampuan dan keterampilan manajer untuk berkomunikasi dalam bentuk lisan, tulisan maupun non verbal. Keterampilan berkomunikasi penting dimiliki oleh seorang kepala madrasah, karena hampir sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala madrasah senantiasa melibatkan dan berhubungan dengan orang lain. Komunikasi yang dilakukan bukanlah komunikasi biasa, tetapi dalam bentuk komunikasi efektif untuk mempengaruhi para guru, pegawai, siswa dan orangtua untuk bersama-sama mencapai tujuan dan keberhasilan madrasah.
Ketiga, human resources development skills merupakan keterampilan manajer yang berkenaan dengan pengembangan iklim pembelajaran (learning climate), mendesain program pembelajaran dan pelatihan guru/pegawai, penilaian kinerja guru/pegawai, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan organisasi, dan penyesuaian bahan-bahan pembelajaran. Dalam perspektif kemadrasahan, kepala madrasah diharuskan memiliki keterampilan untuk mengembangkan seluruh sumber daya manusia yang tersedia di madrasahnya, agar mereka menjadi berdaya dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas madrasahnya.
Keempat, creativity merupakan keterampilan manajer dalam menciptakan iklim kreativitas di lingkungan madrasah untuk mendorong seluruh civitas madrasah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Keterampilan creativity tidak hanya berkenaan dengan pengembangan kreativitas dirinya sendiri, akan tetapi juga keterampilan untuk menyediakan iklim yang mendorong semua orang untuk menjadi kreatif.
Kelima, self-management of learning merupakan keterampilan manajer yang merujuk kepada kebutuhan akan belajar yang berkesinambungan untuk mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal ini, kepala madrasah dituntut untuk senantiasa berusaha memperbaharui pengetahuan dan keterampilan manajemen yang dimilikinya.
Disamping lima ketrampilan yang harus dimiliki seorang manajer pendidikan diatas, kepala madrasah menurut HS. Hasibuan harus memiliki “management ability” yaitu kemampuan yang dimiliki dalam hal–hal yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dan cara-cara menerapkannya dalam manajemen madrasah.
Secara etimologis ability diartikan sebagai “power to do things”, “power to perform, skill to achieve”, “state of being able, possession of qualities necessary “ (kekuasaan atau kualitas tertentu yang diperlukan untuk melakukan sesuatu). Maknanya, kepala madrasah harus menguasai fungsi-fungsi manajemen seperti planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan) dan controlling (pengawasan) beserta komponen-komponen lainnya yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial madrasah.
Sebagai manager, kepala madrasah adalah penanggungjawab seluruh kegiatan proses pendidikan di madrasah. Dengan sumberdaya yang bervariasi, kepala madrasah dituntut untuk menyatukan seluruh sumberdaya madrasah menjadi suatu kekuatan yang terintegrasi dan terarah pada proses pencapaian bersama, menjadi suatu paduan orkestra, bersinergi, menyuarakan sebuah lagu: mewujudkan madrasah yang bermutu. Sebagaimana dikemukakan oleh Susan Moore Johnson dan Katherine C. Boles bahwa “Principals are expected to develop but not to announce the vision and mission of the school and they are expected by their staff to orchestrate the implementation of the mission”.
Dalam kaitannya dengan manajemen madrasah, paling tidak ada 13 fungsi manajemen yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh seorang kepala madrasah, yaitu : (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen pembelajaran ; (3) manajemen personalia; (4) manajemen kesiswaan; (5) manajemen keuangan; (6) manajemen sarana dan prasarana; (7 manajemen bimbingan dan konseling; (8) manajemen peningkatan mutu; (9) manajemen mutu terpadu; (10) manajemen konflik; (11) manajemen komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, (12) manajemen kewirausahaan dan (13) manajemen layanan khusus (labor dan perpustakaan). Pelaksanaan ketiga belas fungsi manajemen ini menjadi tanggungjawab kepala madrasah. Dengan demikian maka tugas dan fungsi seluruh personil madrasah selain dapat terkendali dan terkontrol, juga dapat tepat arah dan tujuan, sebab sudah jelas apa, bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab. Semua itu menunjukan bahwa peran kepala madrasah sangat penting dan sangat berat dalam mengelola madrasah guna mencapai tujuan pendidikan madrasah.
2. Kepala Madrasah Sebagai Leader
Agar proses penyelenggaraan pendidikan di madrasah berjalan dengan baik, kepala madrasah perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader), bukan bertindak sebagai boss. Ada perbedaan di antara keduanya. William Glasser dalam HS. Hasibuan mengemukakan metapora yang membedakan antara leader dan boss.
Boss suka mengendalikan, mengandalkan kekuasaan, menciptakan rasa takut, menyalahkan anak buah, dan membuat suasana kerja kadang-kadang menyebalkan. Sedangkan leader perilakunya memimpin dan mengayomi, mengandalkan kerjasama dengan bawahan, menganggap bawahan sebagai mitra, menciptakan rasa percaya diri, memperbaiki kesalahan bawahan dan membuat pekerjaan menjadi menarik. Perbedaan tersebut dapat kita pahami dari ungkapan-ungkapan metaporik berikut ini : (1) A boss drives. A leader leads; (2) A boss relies on authority. A leader relies on co-operation; (3) A boss says “I”. A leader says “We”; (4) A boss creates fear. A leader creates confidence; (5) A boss knows how. A leader shows how; (6) A boss creates resentment. A leader breeds enthusiasm; (7) A boss fixes blame. A leader fixes mistakes; (8) A boss makes work drudgery. A leader makes work interesting.
Kepemimpinan kepala madrasah pada manajemen pendidikan modern sebaiknya menerapkan konsep ‘kepemimpinan sebagai suatu seni’ (leadership is an art). Pemimpin yang profesional menurut Sudarwan Danim adalah seorang “seniman” dalam memimpin. Dengan seni memimpin, kita dapat membedakan kepemimpinan setiap orang. Seni memimpin dilakukan dalam bentuk gaya memimpin, teknik memimpin, cara atau kiat memimpin. Setiap orang memiliki seni memimpin sendiri-sendiri. Tetapi untuk ketrampilan umum yang dibutuhkan seorang pemimpin pada prinsipnya sama.
Robert L. Katz mengemukan tiga jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah/madrasah, sebagai administrator yang efektif, yaitu: (1) technical skill (keterampilan teknis), yakni keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan praktis, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan menyelesaikan tugas secarasistematis dan teknik-teknik dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu, (2) human relation skill (keterampilan hubungan manusiawi), yakni keterampilan menjalin komunikasi dengan menciptakan kepuasan dengan para guru dan pegawai, bersikap terbuka, ranmah tamah, menghargai dan memotivasi para guru, pegawai, siswa dan orangtua untuk kemajuan madrasah, dan (3) conceptual skill (keterampilan konseptual), yakni keterampilan memformulasikan pikiran, memahami konsep dan teori serta mampu mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari, menyusun planning, budgetting, organizing, staffing, actuating, coordinating, communicating, controlling, ealuating and reporting dan mengembangkan sikap kesejawatan yang akrab dengan civitas madrasah.
Untuk memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di madrasah, kepala madrasah bukan hanya melakukan fungsi sebagai leader dan manager saja, tetapi ada peran-peran lainnya yang harus dilakoni dan melekat dengan kepala madrasah dalam tugas operasionalnya sehari-hari. Mulyasa menuliskan tujuh peran kepala sekolah yang harus diamalkan dalam bentuk tindakan nyata di sekolah/madrasah yang disingkat dengan EMASLIM, yaitu peran sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manager; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja yang kondusif (creator of working environment, dan (7) wirausahawan (entrepreneur ). Jika kedua pendapat diatas digabungkan berarti kepala sekolah atau madrasah memiliki sembilan peran. Tetapi, dari pengalaman sehari-hari, peran kepala madrasah tidak terbatas pada sembilan peran itu saja. Ada dua peran lagi yang biasa dilakukan oleh seorang kepala madrasah pada moment-moment tertentu, yaitu peran sebagai mediator dan negosiator yang dilakukan dengan wali siswa, dunia usaha, birokrasi dan stakeholders madrasah lainnya. Kesebelas peran kepala madrasah tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Dalam perspektif lain, Idochi Anwar menjelaskan peran dan tugas kepala madrasah lebih luas lagi, tidak terbatas pada sebelas peran itu saja. Yang namanya manajer dan pimpinan pendidikan menurut Idochi harus mampu menguasai, memahami dan melaksanakan delapan dimensi administrasi/manajemen pendidikan yaitu : (1) social and cultural dimension, (2) effective learning process dimension, (3) economic and finance dimension, (4). organizational behaviour dimension (5) law and profession dimension (6) empowering and developement of human resources dimension, (7) political dimension, dan (8) information tecnology dimension.
Kedelapan dimensi tersebut menunjukkan bahwa masalah manajemen pendidikan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari aspek sosial budaya, aspek proses pembelajaran efektif, aspek ekonomi dan keuangan, aspek perilaku organisasi, aspek hukum dan profesi, aspek pengembangan dan pemberdayaan SDM, aspek politik sampai dengan aspek teknologi informasi. Artinya, manajemen pendidikan tidak bisa dilihat hanya dari aspek teknis proses pembelajaran yang sempit semata, melainkan harus juga memperhatikan lingkungan sosial dan dinamika masyarakat yang terus mengalami perubahan dengan cepat.
Uraian diatas memberikan kejelasan, bahwa kompetensi manajerial seorang kepala madrasah tidaklah sesederhana seperti yang sering kita perbincangkan. Tanggungjawab untuk membawa madrasah menjadi madrasah yang efektif dan unggul sebagai center of excellent pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas dan modern, menuntut sosok seorang kepala madrasah yang memiliki kemampuan dan ketrampilan dibidang manajerial (management ability dan principal’s ability) melebihi guru-guru biasa. Seorang kepala madrasah harus memiliki kemampuan tentang tujuan, proses dan teknologi pendidikan, serta komitmen pada perbaikan profesional dan kualitas pendidikan madrasah secara terus menerus.
3. Kepala madrasah dan Gaya Kepemimpinan Transformasional
Secara umum ada empat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan di madrasah, yaitu : a) gaya kepemimpinan otokratik, b) gaya kepemimpinan demokratik, c) gaya kepemimpinan laissez faire, dan d) gaya kepemimpinan transformasional. Kata transformasional berasal dari to transform yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Misalnya mentransformasikan visi menjadi realita, potensi menjadi aktual dan sebagainya. Dari pengertian kata di atas dapat dipahami bahwa kepemimpinaan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah atau madrasah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur sehingga semua unsur yang ada di madrasah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dsb) bersedia tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala madrasah harus dapat mempengaruhi seluruh warga madrasah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan madrasah. Dengan kata lain, kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan. Jika ditinjau lebih lanjut paling tidak ada empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4I yaitu: idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
a. Idealized influence: kepala madrasah menjadi sosok ideal yang dapat dijadikan panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan madrasah ;
b. Inspirational motivation: kepala madrasah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di madrasah ;
c. Intellectual stimulation: kepala madrasah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan madrasah ke arah yang lebih berkualitas ;
d. Individual consideration: kepala madrasah bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sungguh-sungguh dari yang bersangkutan. Untuk menerapkan kepemimpinan transformasional maka seorang kepala madrasah perlu:
a. Berdayakan seluruh bawahan, guru-guru dan siswa untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi (madrasah) ;
b. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai moral yang tinggi ;
c. Dengarkan semua pemikiran bawahan dan guru-guru untuk mengembangkan semangat kerja sama ;
d. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi ;
e. Bertindak sebagai agen perubahan (agent of change) dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan ;
f. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi.
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa kepala madrasah yang telah menerapkan gaya kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut: (1) mengidentifikasikan dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4) bertindak atas dasar sistem nilai, (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus sepanjang hayat; (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, situasi yang tidak jelas, dan tidak menentu; (7) memiliki visi ke depan
4. Kepala Madrasah dan Pengendalian Mutu
Menurut Crosby mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Sedangkan Carvin mengartikan mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumennya. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada dua pengertian, yaitu: a) mutu proses pendidikan, dan b) mutu hasil pendidikan.
Mutu dalam konteks “proses pendidikan” bukan hanya proses pembelajaran saja, tetapi melibatkan berbagai input pendidikan, seperti : (1) bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), (2) metodologi pembelajaran yang bervariasi sesuai kemampuan guru, (3) media pembelajaran yang tepat, (4) sumber belajar yang lengkap, (5) sistem penilaian dan evaluasi yang efektif, (6) dukungan administrasi madrasah, (7) dukungan sarana prasarana, (8) dukungan keuangan (biaya), (9) guru-guru yang disiplin dan berkualitas, (10) siswa yang rajin dan disiplin, (11) teamwork pengembangan mutu yang solid, (12) manajemen madrasah yang efektif, (13) manajemen kelas yang cerdas, (14) dukungan program intra kurikuler dan ekstra kurikuler, (15) penciptaan iklim dan suasana yang kondusif di madrasah, (16) kepala madrasah yang kompeten dan profesional dan (17) sumberdaya lainnya yang mendukung peningkatan mutu madrasah.
Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh madrasah pada setiap kurun waktu tertentu, umpama tiap akhir semester, tiap akhir tahun pembelajaran, dua tahun, lima tahun atau setiap 10 tahun. Ada dua prestasi yang bisa dicapai : prestasi akademik dan non akademik. Yang akademik, adalah prestasi yang dicapai dari hasil pendidikan berupa hasil test kemampuan akademis hasil ulangan umum, ujian madrasah dan ujian nasional, misalnya juara I nilai tertinggi ujian nasional tingkat provinsi, atau tingkat kabupaten/kota. Yang non akademik berbentuk prestasi di bidang lain, seperti juara di bidang volley ball, basket ball, sepakbola dan sebagainya, juara tilawatil qur’an, seni suara, karya ilmiah remaja, kepramukaan dan keterampilan tambahan lainnya, misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa dan lain-lain. Bahkan prestasi madrasah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, keindahan dan keteraturan dalam lingkungan madrasah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menuju proses madrasah bermutu, kepala madrasah harus melakukan kegiatan sistematis sebagai berikut : (1) mengarahkan seluruh civitas madrasah supaya memiliki obsesi dan komitmen yang tinggi terhadap mutu, yaitu madrasah yang bermutu, (2) seluruh visi dan misi madrasah difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan harapan para pelanggan madrasah, baik pelanggan internal, seperti guru dan staf, maupun pelanggan eksternal seperti siswa, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, pendidikan lanjut dan dunia usaha (3) adanya keterlibatan total seluruh civitas madrasah, (4) adanya ukuran baku mutu pendidikan, (5) memandang pendidikan sebagai sistem, dan (6) mengadakan perbaikan mutu pendidikan terus menerus.
Afnan, Manajemen Madrasah, http://makalah-afnan.blogspot.com/2008/06/manajemen-madrasah.html, h. 4
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti: 1996), h. 66
Abu Luwis al-Yasu'I, al-Munjid Fi al-LughahWa al-Munjid Fi al-A'lam, Cet.-23, Dar al-Masyriq, Beirut, tt, h. 221
Ibid., h. 222.
H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998), h. iii
Ibid.,h. 112.
Lihat A.LTibawi "Origin and Character of Al-Madrasah", Bulletin of The School of Oriental and African Studies 25 (1962): h. 227
Ibid., h. 228.
Lihat misalnya Ali Muhammad Syalabi, Tarikh al-Ta'lim fi al-Mamlakah al-'Arabiyyah al-Su 'udiyyah, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1987); Stanford J. Shaw, History of the Ottoman Empire and Modern Turkey, (Cambridge: Cambridge University Press, 1977); dan Badri Yatim, Sejarah SosialKeagamaan Tanah Suci:Hijaz (Mekah dan Madinah) 1800-1925, (Jakarta: Logos, 1999).
Penjelasan lebih jauh mengenai ini, lihat, Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya Jakarta: Logos, 1999), h. 81-81.
Tentang masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi memang masih menjadi bahan perdebatan, tetapi data mengenai itu bukannya tidak ada, salah satunya adalah yang ditulis oleh Groeneveldt dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya (Bhratara, 1960). Namun para peneliti sejarah tampaknya sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M, dari temuan filologi berupa batu nisan Sultan Malik al-Salih, 1297, yang dianggap sebagai bukti akan adanya suatu kerajaan bercorak Islam di Sumatera. Mengenai ini lihat, Harjati Soebadio, "Agama sebagai Sasaran Penelitian Filologi", dalam Parsudi Suparlan (peny.), Pengetahuan Budaya, Ilmu-ilmu Sosial dan Pengkajian Masalah-masalah Agama Jakarta: Balitbang Depag RI, 1981/1982), h. 32.
Agus Dharma, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Pendidikan Network, http://re-searchengines.com/adharma2.html, 2003), h. 1
Ibid
Direktorat Pembinaaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: TP, 2009), h. 4
Ibid, h. 2
Exsa, Perbandingan Manajemen Berbasis Sekolah Dengan Manajemen Berbasis Madrasah, (http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/perbandingan-manajemen-berbasis-sekolah-dengan-manajemen-berbasi-madrasah, 2009), h. 3
Suprapto, Manajemen Berbasis Sekolah, (Makalah: http://www.fkip- unpak.org/suprapto.htm, 2009), h. 1
http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs1.html, h. 4
Ibid,
Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, (Wonosobo: Makalah SMK 2 Wonosobo, 2008), h. 4
http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs1.html, op.cit, h. 5
Ibid
Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, op.cit.h. 5
http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs1.html, op.cit, h. 5-6
Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, op.cit.h. 6
Ibid
Himpunan Redaksi Grafika, UUSPN No. 20 Th 2003, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), Cet Ke-1, h. 9
Abd. Gafar, Muhammad Jamil, Re-formulasi Rancangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Nur Insani, 2003), h. 17
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfa Beta, 2005), Cet Kedua, h. 61
Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Kalam Mulia, 2003), h. 141-143
Ahmad Sabri, Administrasi Pendidikan, (Padang : IAIN IB Press, 2000), h. 14
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-1, h. 156
HS. Hasibuan, Kurikulum SD Citra Al Madina Padang, (Padang: SD Citra Al Madina Padang, 2008), h. i
Ibid
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2008), h. 7
Bahtiar, Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMP Negeri 2 Sinjai Barat, (Sinjai Barat: Laporan Penelitian, 2009), h. 6
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, http://www.uin-malang. ac.id/index.php?
Exsa, Perbandingan Manajemen Berbasis Sekolah Dengan Manajemen Berbasis Madrasah, op.cit., h. 5
Bahtiar, Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMP Negeri 2 Sinjai Barat,op.cit., h. 4
Kathleen, ERIC_Digests, downloaded April 2002
Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 96
Ibid., h. 97
Ibid
Ibid
Thomas J. Sergiovanni. Educational Governance and Administration. (New York: Prentice Hall Inc. 1987)
HS. Hasibuan, Fungsi-fungsi Manajemen pada Madrasah, (Padang: Makalah, Universitas Negeri Padang, 2006), h. 5
Ibid
Ibid
SM. Nasution, Manejerial Kepala Sekolah, (Padang: Makalah UNP, 2004), h. 3
Ibid
Ibid
Ibid, h. 4
Ibid
Ibid
HS. Hasibuan, Fungsi-fungsi Manajemen pada Madrasah, op.cit., h. 7
Ibid
Herbert. G Heneman., et al,. Managing Personnel and Human Resources, (Illionis. 1981), h, 40
HS. Hasibuan, Praktek-praktek dan Seni Manajamen pada Sekolah, (Padang: Makalah UNP, 2003), h. 3
Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. op.cit., h. 215
Ibid, h. 217
Mulyasa E. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 97-120
Rahmad R, Supervisi Pendidikan dan Implementasinya di Sekolah (Padang: Makalah, UNP, 2004), h. 2
Idochi Anwar, Yayat H. Amir, Administrasi Pendidikan, (Bandung: PPs UPI, 2000), h. 34
Sudarwan Danim. Visi Baru Manajemen, Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. op.cit., h. 218
HS. Hasibuan, Praktek-praktek dan Seni Manajamen pada Sekolah, op.cit., h. 6
Ibid, h. 7
Crosby, Philip. B. Quality is Free (New York : New American Library, 1979), h. 58
Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (MMT), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), h. 6